MENYIAPKAN KADER DAI/DAIYAH TQN PONTREN SURYALAYA DI ERA GLOBAL
Manusia hidup tidak hanya sekedar untuk makan,
minum, nikah, mempunyai anak dan rumah. Kalau tujuan hidup manusia hanya
sekedar itu, apa bedanya dengan seekor domba?. Justru ada hal yang menjadikan
manusia lebih mulia dibandingkan binatang dan makhluk lain, yaitu amar
ma’ruf dan nahi munkar sebagai perwujudan
ibadah kepada Allah. Bahkan melakukan amar ma’ruf dan nahi
munkar menjadi suatu kewajiban asasi yang dijadikan Allah Swt
sebagai salah satu unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam. Sebagaimana firman Allah :
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali
Imran:104).
Di era global dewasa ini, tantangan dakwah
semakin bertambah berat dan komplek. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan
teknologi telekomunikasi telah memfasilitasi hampir semua kebutuhan
dan kesenangan manusia, baik yang positif maupun negatif. Berbagai gempuran
pemikiran, ide, gagasan, sampai pola dan gaya hidup yang merusak moral,
pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi, permusuhan dan kekerasan hampir setiap hari dengan sengaja disajikan di setiap rumah-rumah melalui
TV ataupun internet. Tanpa disadari
semua yang terjadi sudah pasti membawa dampak negatif terhadap karakter dan akhlak generasi muslim, baik sekarang maupun di masa datang.
Problematika dakwah tersebut diatas ditambah dengan realitas bahwa dakwah
yang dilakukan para da’i kurang efektif dan berbobot, serta sebatas pada
event-event tertentu. Sehingga yang didapat kaum muslimin dan para mustami’in hanya
sekedar tertawa dan kelucuan yang ditampilkan sang dai. Bahkan banyak para juru
dakwah yang tidak memperhatikan kode etik dalam berdakwah, sehingga merusak
citra dan reputasi dakwah yang dipandang mulia oleh Allah swt.
Tugas seorang juru dakwah atau dai bukan hanya menyampaikan dakwah saja,
tetapi ada yang lebih penting yaitu kedudukannya sebagai Warosatul anbiya (Pewaris
Para nabi). Seorang Juru dakwah mengemban amanah dari Allah SWT, dan ia pun
dituntut untuk mengamalkannya sebelum disampa’ikan kepada umat. Maka Sang Juru
dakwah senantiasa dituntut untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, memperbaiki
akhlaq dan kepribadiannya serta meningkatkan kompetensinya. Bahkan mengetahui dan
mengamalkan bagaimana akhlaq dan keteladanan para nabi dan para Auliya dalam berdakwah, sehingga lebih
berdaya guna dan lebih meningkat keberhasilan dakwahnya.
Menjadi Dai
Sebagai Panggilan Hati dan Tugas Suci
Menurut KH. Zaenal Abidin Anwar (2015:3) seorang
juru dakwah bagaikan seorang pelayan toko. Tugasnya menjaga, memelihara, dan menawarkan barang dagangan sesuai
dengan petunjuk sang majikan. Laku ataupun tidak laku, dia’ akan tetap menerima gaji setiap bulan dari
sang majikan.
Maka tugas para juru dakwah hanya menjaga, memelihara,
dan menyampaikan kesucian Islam kepada seluruh umat manusia sesuai dengan
petunjuk-Nya. Apakah manusia menerima atau menolaknya, juru dakwah tidak akan
kehilangan pahala asalkan dia tetap komitmen tinggi serta konsisten terhadap
segala aturan main yang ditetapkan Allah dalam menyampaikannya. Sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat Ali Imran:20 artinya : “ kemudian
jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), Maka Katakanlah: "Aku
menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang
mengikutiku". dan ‘Katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al
kitab dan kepada orang-orang yang ummi[190]: "Apakah kamu (mau) masuk
Islam". jika mereka masuk Islam, Sesungguhnya mereka telah mendapat
petunjuk, dan jika mereka berpaling, Maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah). dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya “.
Dalam Islam setiap pribadi muslim wajib menjadi
juru dakwah untuk mengajak dan menyampaikan kebenaran walaupun satu ayat.
Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw :
بلغوا عني ولو أية
“ Sampaikanlah apa yang dariku walaupun hanya
satu ayat “
Maka jika pada suatu saat dakwahnya ditolak oleh masyarakat di suatu tempat,
jangan langsung menarik kesimpulan bahwa mereka anti agama Islam. Melainkan
harus instrospeksi diri dan cepat mawas diri, mungkin sikap dan cara menyampaikannya
ketika itu kurang simpatik. Sehingga perlu
bersungguh-sungguh mencari jalan dan metode yang paling baik dalam berdakwah. Sebagaimana diperingati Allah dalam Al-Quran.3:159 artinya : “ Maka disebabkan rahmat
dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya ”.
Untuk itu setiap juru dakwah
dituntut memiliki
kompetensi sebagai berikut:
1.
Kompetensi
Tablig : ia mampu mengkondisikan audience saat ia mulai tampil ceramah,
ia mampu menyampaikan pesan dakwah dengan bahasa yang mudah dimengerti dan enak
didengar, sistematika penyampaian, organisasi pesan, intonasi dan aksentuasi,
ia memahami kebutuhan sasaran dakwah, ia mampu tampil dengan penuh percaya
diri, ia mengenal situasi dan mampu menyesuaikan kehadirannya, pesannya dengan
situasi dimana ia bertugas, ia mampu menggunakan sarana yang disediakan, ia
mampu menampilkan keindahan karakter yang terselubung dalam jiwanya.
2.
Kompetensi
Irsyad : ia mampu menjaga, merawat, memelihara dan mempertahankan kadar
kecerdasan, emosi, dan spiritualitasnya, ia mampu berkomunikasi secara timbal
balik, ia mampu membaca, memahami, menyelesaikan sejumlah persoalan yang
dikeluhkan kliennya, ia mampu mengungkap dan membongkar problem yang diderita
kliennya, ia mampu membedakan karakter kliennya yang umumnya berbeda-beda dan
lainnya.
3.
Kompetensi
mudbir : ia mampu merawat karakter jiwa besar, moralitas amanah, jujur,
berkepribadian santun, rendah hati, berwawasan luas, berdedikasi tinggi, ulet,
slalu berfikir inovatif, tanggung jawab, piawai dalam kepemimpinan dan
administrasi dan berorientasi pada pemecahan masalah.
4.
Kompetensi
Muthwir : ia mampu melebur dalam pergaulan ditengah masyarakat, mampu
membaca kebutuhan masyarakat, mampu membuat konsep pemecahan atas persoalan
yang berkembang di masyarakat, mampu mempertahankan karakter positif dan
kredibilitas di tengah masyarakat.
Upgrading LDTQN adalah Suatu Harapan Tercerahkan
Lembaga
Dakwah Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (LDTQN) Pondok Pesantren Suryalaya
adalah suatu lembaga baru yang kelahirannya tidak terpisahkan dari Bidang Ilmu
dan Dakwah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Adalah suatu harapan
yang begitu besar dan agung dengan kelahirannya saat ini sebagai upaya
mengamalkan, mengamankan, dan melestarikan ajaran TQN Pondok Pesantren
Suryalaya dari Syeikh Mursyid Kamil Mukammil Hadroti Syeikh Ahmad Shohibulwafa
Tajul Arifin r.a.
Di
tengah-tengah gempuran berbagai dampak global saat ini, eksistensi Lembaga
Dakwah Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (LDTQN) Pondok Pesantren Suryalaya
sangat penting dan vital dalam mengamankan dan meneruskan ajaran TQN Pondok
Pesantren Suryalaya dari Syeikh Mursyid Kamil Mukammil Hadroti Syeikh Ahmad
Shohibulwafa Tajul Arifin r.a. Terutama dalam menyiapkan dan mendidik para
kader dai yang siap terjun membina ikhwan di daerah-daerah yang semakin luas.
Termasuk menyiapkan kader dai yang siapterjun di kancah internasional sebagai
aktualisasi cita-cita Sang Guru Mursyid untuk menjadikan Pondok Pesantren
Suryalaya sebagai Pusat Kajian Tasawuf Dunia.
Harapan dari program Up Grading LDTQN sebagaimana
dikemukakan KH.Zaenal Abidin Anwar adalah mampu mendidik kader dai yang berakhlakul
karimah dan mumpuni dalam :
a.
Amaliyah
Qalbiyyah: amaliyah ini merupakan suatu upaya untuk
membangun kemantapan psikologis dan spiritual. Diantaranya amalan yang
dianjurkan : memperbanyak dzikir dan do’a, mengasah kemampuan pikir, melatih
kecerdasan emosi, mengisi qalbu dengan ilmu dan hikmah, menjaga dan merawat
keheningan qalbu dan kesuciannya. Kondisi qalbu yang terawat merupakan hal yang
penting karena dengan itu bisa menjamin stabilitas emosi, ketenangan,
ketentraman, kekhusyuan, dan ilmu dapat dengan mudah diperoleh. Para ulama sufi
sering mengatakan hati ibarat cermin jika ia bening maka ia akan mampu
memantulkan cahaya ilahi atau gambar-gambar berupa ilmu pengetahuan. Dalam
sebuah hadits disebutkan: ketahuilah dalam tubuh itu ada segumpal daging jika
daging itu baik maka baiklah seluruh anggota badan, dan sebaliknya jika daging
itu buruk mak aburuk pula seluruh anggota badan. Ketahuilah itu adalah qalbu.
b.
Amaliyah
Lisaniyyah: merupakan suatu upaya untuk membangun
kompetensi dalam penggunaan lidah dan pengendaliannya. Diantaranya : tidak asal
bersuara, hal ini seperti ada kaidah yang mengatakan, waspadalah dalam penggunaan
lisan, terutama berfikirlah terlebih dahulu sebelum berkata, sebab jika
perkataan telah dilontarkan bukan lagi lisan yang mengendalikan perkataan, tapi
perkataan yang menghukum lisan. Berkatalah secara benar, halus, lembut, tepat,
efektif, dan efisien. Berkata dengan melihat situasi dan kondisi mungkin
sewaktu-waktu mengeluarkan perkataan yang pahit tapi dalam moment tertentu
menjadi obat yang bermanfaat dan dapat menyembuhkan. Kemudian diantara amalan
amaliyyah lisaniyyah yang baik dibiasakan para da’i yaitu : menghapal ayat-ayat
al qur’an secara fasih, melatih vokal huruf, peribahasa, anekdot, kisah dan
lain-lain, membiasakan kalimat tayyibah dan penempatannya.
c.
Amaliyah
Badaniyyah:
merupakan upaya untuk membangun kondisi jasmani tetap prima, energik,
penuh vitalitas. Diantaranya dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi,
berolahraga secara teratur, agar fisik tetap sehat dan kuat.
d.
Amaliyah
Maliyyah: merupakan usaha untuk membangun kompetensi
ekonomi, dari mulai pencarian, pemanfaatan/ penggunaan, penunaian syariah
berupa ZIS, kenyataan membuktikan kelemahan aspek ekonomi bisa menjadi kendala
dalam dakwah. Nabi Saw bersabda:
كاد الفقر أن يكون كفرا
" hampir kefakiran menyebabkan kekafiran”.
e.
Amaliyah
Ijtimaiyyah:
merupakan suatu usaha untuk membangun kompetensi dalam berkomunikasi baik
secara vertikal, horisontal, dan diagonal dengan sesama manusia diantaranya:
mengenal urf, tradisi positif yang dianut, tegur sapa, sopan, santun, senyum,
mengenal banyak teori komunikasi, gemar bersilahturahmi.
Comments
Post a Comment