Tradisi Pembacaan Tanbih dan Pewarisan nilai-nilai Budayanya dalam komunitas TQN Suryalaya
Tanbih dalam pandangan komunitas TQN mempunyai nilai sakral yang
tinggi sebagai intisari al-Quran yang sudah mengalami transformasi ke dalam
berbagai kearifan lokal, khususnya budaya Sunda sebagai tempat lahirnya produk
Tanbih. Bahkan Abah Sepuh dipandang telah berhasil menancapkan landasan dasar
kepesantrenan yang memadukan antara ketarekatan, kesundaan, dan keindonesiaan
yang dilanjutkan oleh Abah Anom sebagai “putra biologis” sekaligus “putra
ideologis”nya. Sehingga Pondok Pesantren Suryalaya dapat dikomunikasikan ke
khalayak umat yang lebih luas. Tidak hanya lintas mazhab, lintas wilayah,
bahkan juga lintas agama.[1]
Dari semua pengikut TQN Suryalaya yang dijadikan sumber informasi
oleh penulis bersepakat bahwa Tanbih adalah tuntunan dan pedoman hidup yang
wajib dilaksanakan oleh seluruh komunitas TQN tersebut. Tanbih menurut R.Mamat
Rachmat adalah bahasa rasa yang susah diungkapkan dalam kata-kata, tetapi akan
terasa kalau diamalkan dengan kesungguhan dalam membangun dan membangkitkan “rasa
rumasa” dalam beribadah kepada Allah.[2] Walaupun
mereka kelihatan sepakat bahwa dalam realitas kehidupan sehari-harinya belum
mampu mengamalkan semua yang ada dalam Tanbih tersebut. Bahkan salah seorang
ikhwan TQN yang sehari-hari menjadi penyiar radio Inayah milik keluarga
pesantren dan sering menjadi pembawa acara dalam acara-acara di pesantren, dia
yakin bahwa Tanbih adalah intisari yang dinukil dari al-Quran yang bukan hanya
dikhususkan untuk ikhwan TQN saja, melainkan untuk seluruh kaum muslimin.
Seandainya Tanbih ini diamalkan oleh seluruh umat manusia di muka bumi, tentu
tidak akan terjadi peperangan dan tindak kekerasan serta perbuatan anarkis,
khususnya anarkis kepada Allah swt. Tetapi sebagai manusia walaupun dibaca
berkali-kali, ternyata godaan syeitan sangat canggih dan dahsyat. Tetapi kita
tidak perlu putus asa untuk terus belajar mengamalkan isi Tanbih ini.[3]
Selain berisi doa dari seorang mursyid
kepada pemimpin Negara dan para muridnya, di dalamnya juga mengandung nilai-nilai
Islam yang dibingkai dan diransformasikan oleh Abah Sepuh dalam kearifan lokal
dan menjadi Sistem Nilai Budaya komunitas TQN Suryalaya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Pandangan terhadap
Hakekat hidup manusia:
“ Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, ngahaturkeun kagegelan wasiat ka sadaya
murid-murid poma sing hade-hade dina sagala laku lampah, ulah aya carekeun
Agama jeung Nagara. Eta dua-duanana kawulaan sapantesna samistina, kudu kitu
manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa ngawujudkeun karumasaan
terhadep agama jeung nagara ta’at ka Hadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah
dina agama jeung nagara.” (Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada
segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat
yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara. Ta’atilah kedua-duanya
tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya
dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan
perintah dalam agama maupun Negara.
Dari sini ada
suatu nilai prinsip bahwa hakekat hidup setiap orang dalam komunitas TQN Suryalaya adalah
untuk mengabdi dengan cara agar selalu mentaati peraturan Agama dan Negara,
kepatuhan terhadap peraturan agama sejajar dengan kepatuhan terhadap peraturan
Negara. Prinsip ini dipegang teguh dan istiqamah oleh Abah Sepuh maupun Abah
Anom sebagai Islam nasionalis yang memilih jalur agama inklusif sebagai gerakan
cultural ketimbang masuk menjadi bagian garis Islam ideologis dan
berhadap-hadapan dengan pemerintah yang sah.[4] Ajaran TQN tidak
memisahkan kehidupan dunia dari kehidupan akhirat, sebaliknya justru kehidupan
dunia adalah tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk di akherat, berupa
amal ibadah atau berbagai amal lainnya dalam kerangka hablumminallah
maupun hablumminannas.
2.
Pandangan
terhadap hubungan manusia dengan sesama dan alam sekitarnya:
“ Ku
lantaran kitu sakabeh murid-murid kudu arapik tilik jeung pamilih, dina nyiar
jalan kahadean lahir bathin dunya akherat sangkan ngeunah nyawa betah jasad,
ulah jadi kabengkahan anu disuprih “cageur bageur”. (Oleh karena demikian,
hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang
ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati
tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain
tujuannya “ Budi Utama-Jasmani Sempurna “ (Cageur-Bageur).
Dalam arti setiap orang dalam komunitas TQN ini dibina untuk memiliki kepribadian mulia berlandaskan iman dan takwa secara teguh walaupun hidup di tengah masyarakat yang pluralis, mempunyai kepribadian yang mampu menempatkan diri di kalangan manusia manapun dengan tampilan akhlak mulia, atau manusia Cageur Bageur. Ini dibuktikan dengan sikap dan prilaku:
“Kahiji : ka saluhureun ulah nanduk boh
saluhureun harkatna atawa darajatna, boh dina kabogana estu kudu luyu akur
jeung batur-batur.
Kadua : ka sasama tegesna ka papantaran urang
dina sagala-galana ulah rek pasea, sabalikna kudu rendah babarengan dina
enggoning ngalakukeun parentah agama jeung nagara, ulah jadi pacogregan
pacengkadan, bisi kaasup kana pangandika :Adzabun alim”, anu hartina jadi
pilara salawasna, tidunya nepi ka akherat (badan payah ati susuah).
Katilu : Ka sahandapeun ulah hayang ngahina
atawa nyieun deleka culika, hentau daek ngajenan, sabalikna kudu heman, kalawan
karidloan malar senang rasana gumbira atina, ulah sina ngarasa reuwas jeung
giras, rasa kapapas mamaras, anggur ditungtun dituyun ku nasehatr anu lemah
lembut, nu matak nimbulkeun nurut, bisa napak dina jalan kahadean.
Kaopat : Kanu pakir jeung miskin kudu welas
asih someah, tur budi beresih, sarta daek mere maweh, ngayatakeun hate urang
sareh. Geura rasakeun awak urang sorangan kacida ngerikna ati ari dina
kakurangan. Anu matak ulah rek kajongjonan ngeunah dewek henteu lian, da pakir
miskin teh lain kahayangna sorangan, estu kadaring Pangeran”.
Terjemahannya
dalam Bahasa Indonesia:
Pertama: Terhadap orang-orang yang lebih tinggi
daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah
seharusnya hidup rukun dan saling menghargai. Kedua: Terhadap sesama yang
sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi
persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam
melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan
dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya “Adzabun Alim”,
yang berarti duka-nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat
(badan payah hati susah).
Ketiga: Terhadap orang-orang yang keadaannya di
bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh,
bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka
merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar,
bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng
lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
Keempat: Terhadap fakir-miskin, harus kasih
sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan
bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika
dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri
sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak
sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Sikap mulia ini berlaku untuk semua
manusia walaupun berbeda agama dan keyakinan, agar dapat hidup dengan aman dan
tenteram dalam masyarakat global yang pluralis sekalipun. Dalam bahasa Tanbih
dikatakan :
“Ari sebagi agama, saagamana-saagamana,
nurutkeun surat Alkafirun ayat 6: “agama anjeun keur anjeun, agama kuring keur
kuring”, surahna ulah jadi papaseaan “ kudu akur jeung batur-batur tapi ulah
campur baur” (Adapun soal
keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat Surat Al-Kafirun ayat
6 :”Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku”, Maksudnya jangan terjadi
perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai,
tetapi janganlah sekali-kali ikut campur).
3.
Pandangan
terhadap karya dan waktu:
“
Geuning dawuhan sepuh baheula “ Sina logor dina liang jarum, ulah sereg di buana”.
Lamun urangna henteu kitu tangtu hanjakal diakhirna. Karana anu matak
tugeunah terhadep badan urang masing-masing eta teh tapak amal perbuatanana ”.
(Cobalah renungakan pepatah leluhur kita:“ Hendaklah kita bersikap budiman,
tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal
kemudian tak berguna”. Karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu
adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri).
Ini merupakan tujuan akhir orang-orang
TQN, yaitu menjadi orang-orang yang mampu hidup sebagai manusia yang menyandang
predikat “Cageur Bageur”dimanapun dan dalam keadaan situasi apapun atau
menjadi “manusia-manusia Transformatif” yang tetap istiqomah dalam
memandang Hakekat hidup manusia, karya
manusia, ruang waktu manusia, hubungan manusia dengan alam sekitarnya. dan
hubungan manusia dengan sesamanya berdasarkan sistem nilai Tanbih.
Dalam pandangan R.Mamat Rachmat dikatakan bahwa Tanbih merupakan
pedoman hidup sekaligus indikator seseorang yang benar-benar mengamalkan TQN
Suryalaya dalam hidupnya. Ketika seseorang benar-benar mengamalkan Tanbih ini
dan menjiwainya, maka secara otomatis akan tumbuh “rasa rumasa” untuk
selalu beribadah kepada Allah dan “tumarima” dalam hidup, sehingga
mendapat banyak karunia Allah. Malah setiap anggota badan ini otomatis
digerakkan untuk selalu ingin cepat melaksanakan kewajiban kepada Allah,
seperti: pergi ke mesjid untuk berjamaah shalat, bangun malam mampu bangun
sendiri dan otomatis terbangun di malam hari.[5]
Pengalaman ruhani lain adalah sebagaimana dialami seorang ikhwan
yang tadinya selalu “ngalelewean” (mengolok-olok) orang yang berzikir keras,
bahkan berantem ketika ada orang menyuruh ditalqin untuk mengamalkan zikir.
Sampai suatu ketika diberi musibah cerai dengan istrinya, dan dia hidup dalam
keadaan “limbung” (hidup dalam ketidakpastian dan goncangan). Akhirnya dia
jatuh ke lembah ketenangan semu dan pelampiasan dengan mabuk-mabukan dan
“merokok”, padahal dia itu merupakan salah seorang perangkat desa yang hidupnya
bagus dan mempunyai “bengkok” (sawah garapan sebagai inventaris) yang lumayan.
Tetapi hidupnya tidak tenang dan tidak barakah, terus saja serba kekurangan dan
ketidak-tenangan. Sampai akhirnya bertemu dengan salah seorang wakil talqin
bernama Pak Gaos disuruh untuk ditalqin dan mulailah belajar untuk mengamalkan
TQN ini. Sehingga dia bertambah yakin dan percaya bahwa Tanbih mempunyai nilai
sakral yang besar. Dengan berkeyakinan kepada Allah, Rasul, dan Abah Anom dapat
dirasakan keberkahan dalam hidupnya sekarang. Walau penghasilan pas-pasan
tetapi berkah, dengan Tanbih saya belajar untuk menerima dan bersyukur katanya.[6]
Berdasarkan hasil pengamatan penulis perkembangan
Tradisi Pembacaan Tanbih dalam komunitas TQN yang berada di lingkungan Pondok
Pesantren Suryalaya, bukan saja dalam setiap kegiatan Manaqiban bulanan di mesjid-mesjid
dan musholla, melainkan masuk dalam bentuk lain, seperti:
1.
Dalam
setiap kegiatan acara-acara resmi di lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya,
baik di Yayasan pusat maupun perwakilan, kampus IAILM dan STIELM serta di
sekolah-sekolah yang berada dalam naungan Yayasan Serba Bakti ; Kenaikan kelas,
Wisuda Sarjana, Pesantren Sarjana, dan acara-acara resmi yang bersifat nasional
lainnya selalu dibacakan Tanbih setelah pembacaan ayat suci al-Quran.
Termasuk ketika Pembukaan Short Course
Etnografi Penelitian Islam dan Budaya Lokal kerjasama Ditpertais Kemenag dan
IAILM diawali dengan: Pembukaan, Pembacaan ayat Suci al-Quran, Pembacaan
Tanbih, Tawasul, lalu dilanjutkan sambutan-sambutan dan pembukaan acara resmi
short course, dan ditutup dengan doa.[7]
2. Dalam setiap upacara-upacara adat dan tradisi lainnya yang ada
dalam masyarakat Sunda: sejak ada istri
yang sedang mengandung 4 bulan, kelahiran anak, khitanan anak, walimah
menikahkan anak, walimatul haji, syukuran mendapat nikmat, karena ada hajat
tertentu, bahkan sampai tolak bala sekalipun sering diawali dengan acara
manaqiban yang didalamnya dipastikan dibaca Tanbih tersebut.
Dalam realitas kehidupan komunitas TQN
yang berada di sekitar Pondok Pesantren Suryalaya, yaitu dusun Godebag desa Tanjungkerta,
Tradisi Pembacaan Tanbih dalam setiap manaqiban ini memasuki seluruh relung
kehidupan para ikhwan TQN. Acara manaqiban rutin atau bulanan yang selalu
dilaksanakan setiap bulan di mushola-mushola dan rumah-rumah masyarakat yang
tinggal di kampung Godebag, hampir setiap hari ada yang melaksanakannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang Muballigh yang selalu keliling
mengikuti manaqiban bahwa untuk kampung Godebag saja yang terdiri dari 5 RT,
lebih dari 29 tempat manaqiban.[8]
Tentunya ini semua menandakan sangat pentingnya untuk selalu mengamalkan Tanbih
dalam kehidupan komunitas TQN Suryalaya, sehingga perlu diulang-ulang dibacakan.
Mengapa Tanbih ini selalu dibaca? Semua
informan yang diwawancarai sepakat tujuan utamanya adalah mengharapkan barokah.
Ada sebagian lain mengatakan selain barokah adalah sebagai peringatan atau
pendidikan dalam upaya mewariskan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Dalam
istilah pendidikan metode pengulangan ini merupakan metode pembelajaran yang
sangat penting bagi keberhasilan setiap murid. Maka Pembacaan isi Tanbih di kalangan ikhwan TQN, menurut Lilis Hadaliah dapat dipandang sebagai
peristiwa pembelajaran yang menghasilkan efek internalisasi,
identifikasi dan ketundukan. Internalisasi adalah penerimaan
pesan manakala isi pesan dipandang sesuai dengan sistim nilai yang dimiliki
oleh penerima pesan. Isi Tanbih adalah ajaran yang berkaitan dengan apa yang
mesti dilakukan oleh ikhwan agar memperoleh kebahagiaan, ketentraman dan
keseimbangan kondisi lahir dan batin. Pesan demikian merujuk kepada ajaran
Islam yang diyakini kebenarannya oleh umat Islam. Identifikasi adalah
suatu kondisi ketika individu meniru perilaku individu atau kelompok lain oleh
karena perilaku itu ’berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara
memuaskan dengan orang atau kelompok itu’.
Komunikator dalam hal ini menjadi contoh teladan bagi penerima pesan.
Tanbih adalah pesan yang disampaikan secara kontinyu dari generasi ke generasi
secara multi level dengan penerimaan perilaku karena isi pesan menguatkan
konsep diri muslim. Ketundukkan (compliance) adalah kondisi
manakala individu menerima pengaruh pesan karena ’ia berharap memperoleh reaksi
yang menyenangkan dari orang atau kelompok’ itu. “Dalam ketundukan, orang
menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena
perilaku itu membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan“.
Dikaitkan
dengan isi Tanbih, secara konseptual ia merupakan perilaku yang menjanjikan ketenangan dan
ketentraman lahir batin di manapun seseorang hidup. Ketiga bentuk pengaruh yang
dihasilkan dari pembacaan isi Tanbih secara berulang di berbagai kesempatan
massal, secara preskriptif dapat melahirkan insan-insan berbudi luhur, taat
terhadap aturan agama dan negara, luwes dan memiliki daya tahan terhadap
berbagai rintangan dalam kehidupan sosial. [9] Sehingga sikap dan
kepribadiannya terukir dalam sebuah Ranggeuyan Mutiara atau Untaian
Mutiara, dimana sebuah mutiara adalah
batu permata yang tumbuh di dalam kerang yang terbentuk dalam waktu lama dan
tidak akan pecah karena ia sangat keras, akan tetapi memiliki keindahan yang
diidamkan manusia, sehingga ia menjadi harta berharga - yang harus dianut dan
diamalkan oleh segenap ikhwan TQN. Keempat Ranggeuyan Mutiara tersebut adalah:
1.
Ulah ngewa ka
ulama anu sajaman
2.
Ulah nyalahkeun
kana pangajaran batur
3.
Ulah mariksa
murid batur
4.
Ulah medal sila
upama kapanah.
Kudu asih ka jalma nu
mikangewa ka maneh.
Bahkan berdasarkan temuan
penulis hampir setiap tahun Abah Anom perlu membuat Maklumat untuk selalu
mengamalkan Tanbih kepada para muridnya dengan sebaik-baiknya.[10] Tidak lain tujuan
utamanya adalah mengharapkan keridhaan Allah dan diberi kemampuan untuk
bermahabbah dan bermarifat kepada-Nya, sebagaimana dalam doanya sebelum
berzikir:
الهى انت مقصودي
ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك
Artinya :“ Tuhanku,
Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan
untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu.
Daptar
Pustaka
Ahmad Tafsir, Tasawuf Jalan menuju Tuhan,
Latifah Press, Suryalaya Tasikmalaya, 1995.
Azumardy Azra, Ensiklopedi Islam, PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2005.
Agus Ahmad Safei, Menatap Wajah Islam
Dari Jendela Sunda, Makalah ACIS Ke – 10, 2010.
Adam Kuper & Jessica Kuper, Ensiklopedi ilmu-ilmu Sosial,
Rajawali grafindo Jakarta, 2000.
Asep Salahudin, Semiotika Tarekat Suryalaya, dalam Pikiran
Rakyat, 18 September 2011.
………………., Suryalaya dan Pesona Tarekat,
dalam Republika, Sabtu 10 September 2011.
………………., Mursyid Inklusif
Pengayom Umat, Pikiran rakyat, 6 September 2011.
Didah
Rosidah Mubarok, Riwayat Abah Sepuh, Wahana karya Grafika, Bandung,
1986.
Harun Nasution,
TQN, Sejarah, Asal-usul, dan Perkembangannya, IAILM Suryalaya, Tasikmalaya,
1990.
Heddy Shri Ahimsa Putra, Antropologi dan
Seni: Sebuah Pengantar, Diktat Kuliah Pasca sarjana UGM, Yogyakarta, 2000.
…………………………….., Paradigma Ilmu Sosial-Budaya:
Sebuah Pandangan, Makalah Short Course, 2011.
H.R.Rahmat, Tanbih dari Masa ke Masa ,
Yayasan Serba Bakti Suryalaya, 2005.
Herien Puspitawati, Bahan ajar ke-3: Pengantar
Ilmu Keluarga, IPB, 2009.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan
pembangunan, Gramedia Jakarta, 1994.
…………………, Pengantar Ilmu Antropologi,
Gramedia Jakarta, 2009.
Mastuhu, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam
Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, Nuansa, Bandung, 1998
Moleong, J.L, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Rosdakarya. Bandung, 2004.
Nawawi, Sejarah dan Perkembangan Pesantren,
dalam Jurnal IBDA,vol.4/ 2006.
Nasution, S, Metode
Research Penelitian Ilmiah, Jemmars. Bandung, 1987.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, CV.
Alfabeta Bandung, 2007.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, Alfabeta Bandung 2008.
Wahfiuddin, Tantangan Dakwah Global,
Radix Training Jakarta, 2010.
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi
Tentang Pandangan Hidup Kiai. LP3ES,
Jakarta, 1982.
Kumpulan Maklumat Syaikh Mursyid TQN Pondok
Pesantren Suryalaya.Sekretariat Pondok Pesantren Suryalaya, 2010.
Satu Abad Pondok Pesantren Suryalaya:
Perjalanan dan Pengabdian, Yayasan Serba
Bakti, 2005.
Jurnal Latifah,
Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah Suryalaya, edisi1 Tahun 2009
Situs resmi. Pondok Pesantren Suryalaya,
Tasikmalaya: www.suryalaya.org.
Situs resmi Bidang Inabah Yayasan Serba Baakti
PP.Suryalaya: www.inabah.com.
Situs Kementrian Agama: Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama, Jakarta
Situs Kementrian Agama : Kumpulan makalah
Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
[1]. Lihat Asep
Salahudin, Mursyid Inklusif Pengayom Umat, Pikiran rakyat, 6 September
2011.
[2]. Hasil
wawancara pada tanggal 23 Desember 2011.
[3]. Hasil
wawancara dengan Bapak Aay Syarif
Hidayat tanggal 22 Desember 2011.
[4]. Asep
Salahudin, Mursyid Inklusif Penganyom Umat, Pikiran Rakyat September 2011.
[5]. Hasil
wawancara tanggal 23 Desember 2011 di depan madrasah.
[6]. Hasil
wawancara tanggal 22 Desember 2011.
[7]. Menurut
Sekretaris Yayasan termasuk acara-acara
resmi yang dilakukan di yayasan-yayasan perwakilan di daerah pasti dibacakan
Tanbih. Hasil wawancara dengan Bapak H.Edi Karman pada tanggal 6 januari 2012.
[8]. Hasil
wawancara dengan seorang Muballigh pada
tanggal 25 Desember 2011.
[9]. Lihat Lilis
D.Hadaliah, Pengembangan Sumber Daya Manusia di perrguruan Tinggi, dalam Jurnal
Latifah, edisi1 Tahun 2009. Hal. 132.
[10]. Dalam Kumpulan Maklumat Syaikh Mursyid TQN Pondok
Pesantren Suryalaya, Sekretariat Pondok Pesantren Suryalaya, 2010 ditemukan
sebanyak 20 kali Maklumat Abah Anom yang menyuruh mengamalkan Tanbih dengan
sungguh-sungguh dalam kurun waktu antara tahun 1981 sampai 2009.
Comments
Post a Comment