Tradisi Pembacaan Tanbih dan Pewarisan nilai-nilai Budayanya dalam komunitas TQN Suryalaya



Tanbih dalam pandangan komunitas TQN mempunyai nilai sakral yang tinggi sebagai intisari al-Quran yang sudah mengalami transformasi ke dalam berbagai kearifan lokal, khususnya budaya Sunda sebagai tempat lahirnya produk Tanbih. Bahkan Abah Sepuh dipandang telah berhasil menancapkan landasan dasar kepesantrenan yang memadukan antara ketarekatan, kesundaan, dan keindonesiaan yang dilanjutkan oleh Abah Anom sebagai “putra biologis” sekaligus “putra ideologis”nya. Sehingga Pondok Pesantren Suryalaya dapat dikomunikasikan ke khalayak umat yang lebih luas. Tidak hanya lintas mazhab, lintas wilayah, bahkan juga lintas agama.[1]
Dari semua pengikut TQN Suryalaya yang dijadikan sumber informasi oleh penulis bersepakat bahwa Tanbih adalah tuntunan dan pedoman hidup yang wajib dilaksanakan oleh seluruh komunitas TQN tersebut. Tanbih menurut R.Mamat Rachmat adalah bahasa rasa yang susah diungkapkan dalam kata-kata, tetapi akan terasa kalau diamalkan dengan kesungguhan dalam membangun dan membangkitkan “rasa rumasa” dalam beribadah kepada Allah.[2] Walaupun mereka kelihatan sepakat bahwa dalam realitas kehidupan sehari-harinya belum mampu mengamalkan semua yang ada dalam Tanbih tersebut. Bahkan salah seorang ikhwan TQN yang sehari-hari menjadi penyiar radio Inayah milik keluarga pesantren dan sering menjadi pembawa acara dalam acara-acara di pesantren, dia yakin bahwa Tanbih adalah intisari yang dinukil dari al-Quran yang bukan hanya dikhususkan untuk ikhwan TQN saja, melainkan untuk seluruh kaum muslimin. Seandainya Tanbih ini diamalkan oleh seluruh umat manusia di muka bumi, tentu tidak akan terjadi peperangan dan tindak kekerasan serta perbuatan anarkis, khususnya anarkis kepada Allah swt. Tetapi sebagai manusia walaupun dibaca berkali-kali, ternyata godaan syeitan sangat canggih dan dahsyat. Tetapi kita tidak perlu putus asa untuk terus belajar mengamalkan isi Tanbih ini.[3]
Selain berisi doa dari seorang mursyid kepada pemimpin Negara dan para muridnya, di dalamnya juga mengandung nilai-nilai Islam yang dibingkai dan diransformasikan oleh Abah Sepuh dalam kearifan lokal dan menjadi Sistem Nilai Budaya komunitas TQN Suryalaya, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Pandangan terhadap Hakekat hidup manusia:
Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, ngahaturkeun kagegelan wasiat ka sadaya murid-murid poma sing hade-hade dina sagala laku lampah, ulah aya carekeun Agama jeung Nagara. Eta dua-duanana kawulaan sapantesna samistina, kudu kitu manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa ngawujudkeun karumasaan terhadep agama jeung nagara ta’at ka Hadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah dina agama jeung nagara.” (Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara. Ta’atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam agama maupun Negara.

Dari sini ada suatu nilai prinsip bahwa hakekat hidup setiap orang dalam komunitas TQN Suryalaya adalah untuk mengabdi dengan cara agar selalu mentaati peraturan Agama dan Negara, kepatuhan terhadap peraturan agama sejajar dengan kepatuhan terhadap peraturan Negara. Prinsip ini dipegang teguh dan istiqamah oleh Abah Sepuh maupun Abah Anom sebagai Islam nasionalis yang memilih jalur agama inklusif sebagai gerakan cultural ketimbang masuk menjadi bagian garis Islam ideologis dan berhadap-hadapan dengan pemerintah yang sah.[4] Ajaran TQN tidak memisahkan kehidupan dunia dari kehidupan akhirat, sebaliknya justru kehidupan dunia adalah tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk di akherat, berupa amal ibadah atau berbagai amal lainnya dalam kerangka hablumminallah maupun hablumminannas.

2.    Pandangan terhadap hubungan manusia dengan sesama dan alam sekitarnya:
 Ku lantaran kitu sakabeh murid-murid kudu arapik tilik jeung pamilih, dina nyiar jalan kahadean lahir bathin dunya akherat sangkan ngeunah nyawa betah jasad, ulah jadi kabengkahan anu disuprih “cageur bageur”. (Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya “ Budi Utama-Jasmani Sempurna “ (Cageur-Bageur).

Dalam arti setiap orang dalam komunitas TQN ini dibina untuk memiliki kepribadian mulia berlandaskan iman dan takwa secara teguh walaupun hidup di tengah masyarakat yang pluralis, mempunyai kepribadian yang mampu menempatkan diri di kalangan manusia manapun dengan tampilan akhlak mulia, atau manusia Cageur Bageur. Ini dibuktikan dengan sikap dan prilaku:
“Kahiji : ka saluhureun ulah nanduk boh saluhureun harkatna atawa darajatna, boh dina kabogana estu kudu luyu akur jeung batur-batur.
Kadua : ka sasama tegesna ka papantaran urang dina sagala-galana ulah rek pasea, sabalikna kudu rendah babarengan dina enggoning ngalakukeun parentah agama jeung nagara, ulah jadi pacogregan pacengkadan, bisi kaasup kana pangandika :Adzabun alim”, anu hartina jadi pilara salawasna, tidunya nepi ka akherat (badan payah ati susuah).
Katilu : Ka sahandapeun ulah hayang ngahina atawa nyieun deleka culika, hentau daek ngajenan, sabalikna kudu heman, kalawan karidloan malar senang rasana gumbira atina, ulah sina ngarasa reuwas jeung giras, rasa kapapas mamaras, anggur ditungtun dituyun ku nasehatr anu lemah lembut, nu matak nimbulkeun nurut, bisa napak dina jalan kahadean.
Kaopat : Kanu pakir jeung miskin kudu welas asih someah, tur budi beresih, sarta daek mere maweh, ngayatakeun hate urang sareh. Geura rasakeun awak urang sorangan kacida ngerikna ati ari dina kakurangan. Anu matak ulah rek kajongjonan ngeunah dewek henteu lian, da pakir miskin teh lain kahayangna sorangan, estu kadaring Pangeran”.
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia:
Pertama: Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun dan saling menghargai. Kedua: Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya “Adzabun Alim”, yang berarti duka-nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah hati susah).
Ketiga: Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
Keempat: Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.

Sikap mulia ini berlaku untuk semua manusia walaupun berbeda agama dan keyakinan, agar dapat hidup dengan aman dan tenteram dalam masyarakat global yang pluralis sekalipun. Dalam bahasa Tanbih dikatakan :
Ari sebagi agama, saagamana-saagamana, nurutkeun surat Alkafirun ayat 6: “agama anjeun keur anjeun, agama kuring keur kuring”, surahna ulah jadi papaseaan “ kudu akur jeung batur-batur tapi ulah campur baur” (Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 :”Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku”, Maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut campur).

3.    Pandangan terhadap karya dan waktu:
 “ Geuning dawuhan sepuh baheula “ Sina logor dina liang jarum, ulah sereg di buana”. Lamun urangna henteu kitu tangtu hanjakal diakhirna. Karana anu matak tugeunah terhadep badan urang masing-masing eta teh tapak amal perbuatanana ”. (Cobalah renungakan pepatah leluhur kita:“ Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri).

Ini merupakan tujuan akhir orang-orang TQN, yaitu menjadi orang-orang yang mampu hidup sebagai manusia yang menyandang predikat “Cageur Bageur”dimanapun dan dalam keadaan situasi apapun atau menjadi “manusia-manusia Transformatif” yang tetap istiqomah dalam memandang Hakekat hidup manusia, karya manusia, ruang waktu manusia, hubungan manusia dengan alam sekitarnya. dan hubungan manusia dengan sesamanya berdasarkan sistem nilai Tanbih.
Dalam pandangan R.Mamat Rachmat dikatakan bahwa Tanbih merupakan pedoman hidup sekaligus indikator seseorang yang benar-benar mengamalkan TQN Suryalaya dalam hidupnya. Ketika seseorang benar-benar mengamalkan Tanbih ini dan menjiwainya, maka secara otomatis akan tumbuh “rasa rumasa” untuk selalu beribadah kepada Allah dan “tumarima” dalam hidup, sehingga mendapat banyak karunia Allah. Malah setiap anggota badan ini otomatis digerakkan untuk selalu ingin cepat melaksanakan kewajiban kepada Allah, seperti: pergi ke mesjid untuk berjamaah shalat, bangun malam mampu bangun sendiri dan otomatis terbangun di malam hari.[5]
Pengalaman ruhani lain adalah sebagaimana dialami seorang ikhwan yang tadinya selalu “ngalelewean” (mengolok-olok) orang yang berzikir keras, bahkan berantem ketika ada orang menyuruh ditalqin untuk mengamalkan zikir. Sampai suatu ketika diberi musibah cerai dengan istrinya, dan dia hidup dalam keadaan “limbung” (hidup dalam ketidakpastian dan goncangan). Akhirnya dia jatuh ke lembah ketenangan semu dan pelampiasan dengan mabuk-mabukan dan “merokok”, padahal dia itu merupakan salah seorang perangkat desa yang hidupnya bagus dan mempunyai “bengkok” (sawah garapan sebagai inventaris) yang lumayan. Tetapi hidupnya tidak tenang dan tidak barakah, terus saja serba kekurangan dan ketidak-tenangan. Sampai akhirnya bertemu dengan salah seorang wakil talqin bernama Pak Gaos disuruh untuk ditalqin dan mulailah belajar untuk mengamalkan TQN ini. Sehingga dia bertambah yakin dan percaya bahwa Tanbih mempunyai nilai sakral yang besar. Dengan berkeyakinan kepada Allah, Rasul, dan Abah Anom dapat dirasakan keberkahan dalam hidupnya sekarang. Walau penghasilan pas-pasan tetapi berkah, dengan Tanbih saya belajar untuk menerima dan bersyukur katanya.[6]
Berdasarkan hasil pengamatan penulis perkembangan Tradisi Pembacaan Tanbih dalam komunitas TQN yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya, bukan saja dalam setiap kegiatan Manaqiban bulanan di mesjid-mesjid dan musholla, melainkan masuk dalam bentuk lain, seperti:
1.    Dalam setiap kegiatan acara-acara resmi di lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya, baik di Yayasan pusat maupun perwakilan, kampus IAILM dan STIELM serta di sekolah-sekolah yang berada dalam naungan Yayasan Serba Bakti ; Kenaikan kelas, Wisuda Sarjana, Pesantren Sarjana, dan acara-acara resmi yang bersifat nasional lainnya selalu dibacakan Tanbih setelah pembacaan ayat suci al-Quran. Termasuk  ketika Pembukaan Short Course Etnografi Penelitian Islam dan Budaya Lokal kerjasama Ditpertais Kemenag dan IAILM diawali dengan: Pembukaan, Pembacaan ayat Suci al-Quran, Pembacaan Tanbih, Tawasul, lalu dilanjutkan sambutan-sambutan dan pembukaan acara resmi short course, dan ditutup dengan doa.[7]
2.    Dalam setiap upacara-upacara adat dan tradisi lainnya yang ada dalam masyarakat Sunda: sejak ada istri yang sedang mengandung 4 bulan, kelahiran anak, khitanan anak, walimah menikahkan anak, walimatul haji, syukuran mendapat nikmat, karena ada hajat tertentu, bahkan sampai tolak bala sekalipun sering diawali dengan acara manaqiban yang didalamnya dipastikan dibaca Tanbih tersebut.
Dalam realitas kehidupan komunitas TQN yang berada di sekitar Pondok Pesantren Suryalaya, yaitu dusun Godebag desa Tanjungkerta, Tradisi Pembacaan Tanbih dalam setiap manaqiban ini memasuki seluruh relung kehidupan para ikhwan TQN. Acara manaqiban rutin atau bulanan yang selalu dilaksanakan setiap bulan di mushola-mushola dan rumah-rumah masyarakat yang tinggal di kampung Godebag, hampir setiap hari ada yang melaksanakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang Muballigh yang selalu keliling mengikuti manaqiban bahwa untuk kampung Godebag saja yang terdiri dari 5 RT, lebih dari 29 tempat manaqiban.[8] Tentunya ini semua menandakan sangat pentingnya untuk selalu mengamalkan Tanbih dalam kehidupan komunitas TQN Suryalaya, sehingga perlu diulang-ulang dibacakan.
Mengapa Tanbih ini selalu dibaca? Semua informan yang diwawancarai sepakat tujuan utamanya adalah mengharapkan barokah. Ada sebagian lain mengatakan selain barokah adalah sebagai peringatan atau pendidikan dalam upaya mewariskan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Dalam istilah pendidikan metode pengulangan ini merupakan metode pembelajaran yang sangat penting bagi keberhasilan setiap murid. Maka Pembacaan isi Tanbih di  kalangan ikhwan TQN,  menurut Lilis Hadaliah dapat dipandang sebagai peristiwa pembelajaran yang menghasilkan efek internalisasi, identifikasi dan ketundukan. Internalisasi adalah penerimaan pesan manakala isi pesan dipandang sesuai dengan sistim nilai yang dimiliki oleh penerima pesan. Isi Tanbih adalah ajaran yang berkaitan dengan apa yang mesti dilakukan oleh ikhwan agar memperoleh kebahagiaan, ketentraman dan keseimbangan kondisi lahir dan batin. Pesan demikian merujuk kepada ajaran Islam yang diyakini kebenarannya oleh umat Islam. Identifikasi adalah suatu kondisi ketika individu meniru perilaku individu atau kelompok lain oleh karena perilaku itu ’berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu’.  Komunikator dalam hal ini menjadi contoh teladan bagi penerima pesan. Tanbih adalah pesan yang disampaikan secara kontinyu dari generasi ke generasi secara multi level dengan penerimaan perilaku karena isi pesan menguatkan konsep diri muslim. Ketundukkan (compliance) adalah kondisi manakala individu menerima pengaruh pesan karena ’ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok’ itu. “Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku itu membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan“.
Dikaitkan dengan isi Tanbih, secara konseptual ia merupakan  perilaku yang menjanjikan ketenangan dan ketentraman lahir batin di manapun seseorang hidup. Ketiga bentuk pengaruh yang dihasilkan dari pembacaan isi Tanbih secara berulang di berbagai kesempatan massal, secara preskriptif dapat melahirkan insan-insan berbudi luhur, taat terhadap aturan agama dan negara, luwes dan memiliki daya tahan terhadap berbagai rintangan dalam kehidupan sosial. [9] Sehingga sikap dan kepribadiannya terukir dalam sebuah Ranggeuyan Mutiara atau Untaian Mutiara, dimana sebuah mutiara  adalah batu permata yang tumbuh di dalam kerang yang terbentuk dalam waktu lama dan tidak akan pecah karena ia sangat keras, akan tetapi memiliki keindahan yang diidamkan manusia, sehingga ia menjadi harta berharga - yang harus dianut dan diamalkan oleh segenap ikhwan TQN. Keempat Ranggeuyan Mutiara tersebut adalah:
1.      Ulah ngewa ka ulama anu sajaman
2.      Ulah nyalahkeun kana pangajaran batur
3.      Ulah mariksa murid batur
4.      Ulah medal sila upama kapanah.
Kudu asih ka jalma nu mikangewa ka maneh.
Bahkan berdasarkan temuan penulis hampir setiap tahun Abah Anom perlu membuat Maklumat untuk selalu mengamalkan Tanbih kepada para muridnya dengan sebaik-baiknya.[10] Tidak lain tujuan utamanya adalah mengharapkan keridhaan Allah dan diberi kemampuan untuk bermahabbah dan bermarifat kepada-Nya, sebagaimana dalam doanya sebelum berzikir:
الهى انت مقصودي ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك
  Artinya :“ Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu.


Daptar Pustaka
 Ahmad Tafsir, Tasawuf Jalan menuju Tuhan, Latifah Press, Suryalaya Tasikmalaya, 1995.
Azumardy Azra, Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta,  2005.
Agus Ahmad Safei, Menatap Wajah  Islam  Dari Jendela Sunda, Makalah ACIS Ke – 10, 2010.
Adam Kuper & Jessica Kuper, Ensiklopedi ilmu-ilmu Sosial, Rajawali grafindo Jakarta, 2000.
Asep Salahudin, Semiotika Tarekat Suryalaya, dalam Pikiran Rakyat, 18 September 2011.
………………., Suryalaya dan Pesona Tarekat, dalam Republika, Sabtu 10 September 2011.
………………., Mursyid Inklusif Pengayom Umat, Pikiran rakyat, 6 September 2011.
Didah Rosidah Mubarok, Riwayat Abah Sepuh, Wahana karya Grafika, Bandung, 1986.
Harun Nasution, TQN, Sejarah, Asal-usul, dan Perkembangannya, IAILM Suryalaya, Tasikmalaya, 1990.
Heddy Shri Ahimsa Putra, Antropologi dan Seni: Sebuah Pengantar, Diktat Kuliah Pasca sarjana UGM, Yogyakarta, 2000.
…………………………….., Paradigma Ilmu Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan, Makalah Short Course, 2011.
H.R.Rahmat, Tanbih dari Masa ke Masa , Yayasan Serba Bakti Suryalaya, 2005.
Herien Puspitawati, Bahan ajar ke-3: Pengantar Ilmu Keluarga, IPB, 2009.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan pembangunan, Gramedia Jakarta, 1994.
…………………, Pengantar Ilmu Antropologi, Gramedia Jakarta, 2009.
Mastuhu, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, Nuansa, Bandung, 1998
Moleong, J.L, Metodologi Penelitian Kualitatif,  PT. Rosdakarya. Bandung, 2004.
Nawawi, Sejarah dan Perkembangan Pesantren, dalam Jurnal IBDA,vol.4/ 2006.
Nasution, S, Metode Research Penelitian Ilmiah, Jemmars. Bandung, 1987.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, CV. Alfabeta Bandung, 2007.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta Bandung 2008.
Wahfiuddin, Tantangan Dakwah Global, Radix Training Jakarta, 2010.
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. LP3ES,  Jakarta, 1982.
Kumpulan Maklumat Syaikh Mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya.Sekretariat Pondok Pesantren Suryalaya, 2010.
Satu Abad Pondok Pesantren Suryalaya: Perjalanan dan Pengabdian,  Yayasan Serba Bakti, 2005.
Jurnal Latifah,  Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah Suryalaya, edisi1 Tahun 2009
Situs resmi. Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya: www.suryalaya.org.
Situs resmi Bidang Inabah Yayasan Serba Baakti PP.Suryalaya: www.inabah.com.
Situs Kementrian Agama: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Jakarta
Situs Kementrian Agama : Kumpulan makalah Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)


[1]. Lihat Asep Salahudin, Mursyid Inklusif Pengayom Umat, Pikiran rakyat, 6 September 2011.
[2]. Hasil wawancara pada tanggal 23 Desember 2011.
[3]. Hasil wawancara  dengan Bapak Aay Syarif Hidayat tanggal 22 Desember 2011.
[4]. Asep Salahudin, Mursyid Inklusif Penganyom Umat, Pikiran Rakyat  September 2011.
[5]. Hasil wawancara tanggal 23 Desember 2011 di depan madrasah.
[6]. Hasil wawancara tanggal 22 Desember 2011.
[7]. Menurut Sekretaris Yayasan  termasuk acara-acara resmi yang dilakukan di yayasan-yayasan perwakilan di daerah pasti dibacakan Tanbih. Hasil wawancara dengan Bapak H.Edi Karman pada tanggal 6 januari 2012.
[8]. Hasil wawancara dengan seorang Muballigh  pada tanggal 25 Desember 2011.
[9]. Lihat Lilis D.Hadaliah, Pengembangan Sumber Daya Manusia di perrguruan Tinggi, dalam Jurnal Latifah, edisi1 Tahun 2009. Hal. 132.
[10]. Dalam  Kumpulan Maklumat Syaikh Mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya, Sekretariat Pondok Pesantren Suryalaya, 2010 ditemukan sebanyak 20 kali Maklumat Abah Anom yang menyuruh mengamalkan Tanbih dengan sungguh-sungguh dalam kurun waktu antara tahun 1981 sampai  2009.

Comments

Popular posts from this blog

KH. NOOR ANOM MUBAROK : ISITIQOMAH BERTAREKAT DAN BERKHIDMAH SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN

Kudu Asih Ka Jelema nu mikangewa ka maneh