KH. NOOR ANOM MUBAROK : ISITIQOMAH BERTAREKAT DAN BERKHIDMAH SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN
Salah seorang pengemban amanat Guru Mursyid Syeikh Ahmad
Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom) r.a. adalah KH Noor Anom Mubarok yang
dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1930 di Desa Tanjungkerta Pagerageung
Tasikmalaya.
Abah Noor (biasa orang-orang yang di
sekelilingnya memanggilnya) ini pernah mengenyam pendidikan di pesantren Gunung Puyuh Sukabumi, melanjutkan
ke universitas Cokroaminoto Solo sampai mendapat gelar Sarjana Muda (BA) dan mendapat
kesempatan untuk melanjutkan sarjana mudanya ke Kairo Mesir. Tetapi
mengurungkan niat belajarnya dikarenakan Ayahanda sekaligus Gurunya yaitu Abah
Sepuh wafat sebelum keberangkatannya.
Maka Beliau pulang ke Pontren Suryalaya
untuk membantu sang kakak yang sudah diberi amanat sebagai guru Mursyid, yaitu Abah Anom
untuk merintis pendidikan formal di Pontren Suryalaya. Kiprahnya
terhadap dunia pendidikan merupakan visi kedepan KH Noor Anom akan pentingnya umat Islam mempunyai
pengetahuan dan wawasan yang luas, terlebih situasi dan kondisi bangsa
Indonesia waktu itu yang memang memerlukan ghirah dan motivasi pasca
mendapatkan kemerdekaan dan bayang-bayang berbagai pemberontakan yang merugikan
umat Islam. Visi pendidikannya ini ditanamkan dengan baik kepada anak-anaknya
agar mendapatkan pendidikan sebaik mungkin. Berapapun
biaya yang dikeluarkan untuk biaya pendidikan pasti dikeluarkan, sehingga anak-anaknya
samapai sekarang mampu berkhidmat ke Guru Mursyid di Pontren Suryalaya melalui
pendidikan.
Sosok yang sangat low profile ini merupakan putra bungsu
Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) r.a. dan menjadi perintis pendidikan formal di Pontren Suryalaya. Beliau mendirikan
Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP) tahun 1961, Madrasah Tsanawiyah (Mts)
tahun 1964, Pendidikan Guru Agama (PGA) tahun 1966, Perguruan Tinggi Dakwah
Islam (PTDI) tahun 1967 yang menjadi cikal bakal IAILM (Institut Agama Islam
Latifah Mubarokiyah), Sekolah Menengah Atas (SMA) Serba Bakti tahun 1975, dan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Plus YSB tahun 2001.
Pada tahun 1998 Kyai yang
dikenal lemah lembut, sangat sederhana, bijaksana, dan senantiasa
energik tersebut diberi amanat oleh Abah Anom sebagai pengemban amanat Pontren
Suryalaya bersama KH. Dudun Nursaiduddin Arifin dan KH. Zaenal Abidin Anwar.
Apa tanggapan pertamanya ketika menerima amanat itu ?
Beliau mengumpulkan keluarganya dan mengatakan bahwa amanat ini merupakan
kepercayaan dari Guru Mursyid yang
sangat berat dan berpesan kepada seluruh keluarganya sendiri agar menjadi contoh bagi yang lain dan senantiasa
kasih sayang kepada orang-orang kecil.
Prinsipnya dalam hidup harus selalu berpikir positif dalam berbagai
hal dan kepada siapapun juga tanpa kecuali. Pernah suatu hari ada seseorang
datang kepadanya untuk meminta pertolongan, dan ternyata orang tersebut
berbohong sampai berkali-kali dan dikenal sebagai pembohong. Pada bulan
berikutnya datang lagi meminta pertolongan seraya mengatakan bahwa anaknya sedang
sakit. Sontak keluarga kyai dan orang- orang dekat mengatakan kepada Kyai Noor bahwa orang yang datang itu suka berbohong dan jangan diberi
bantuan lagi. Eh... malah oleh Beliau dibantu lagi sambil mengatakan: “Siapa
tahu orang ini sekarang benar anaknya lagi sakit dan siapa tahu orang yang berbohong ini sekarang
bertaubat dan tidak akan berbohong lagi”.
Maka kepada siapapun harus berbuat baik dan berprasangka baik,
apalagi kepada orang-orang yang kurang beruntung seperti fakir miskin atau anak
yatim, perlu dituntun, dituyun ku nasehat anu lemah lembut. Jangan
sekali-kali menghinanya, karena siapa tahu dia lebih mulia. Justru mereka harus
kita perhatikan dan dibantu, termasuk
diperhatikan apakah mereka sudah makan atau belum. Maka siapapun yang
datang ke rumahnya pasti disuruh makan, bahkan sering diberi ongkos pulang
takut mereka tidak punya ongkos pulang.
Dalam bertarekat kata Kyai Noor harus istiqomah dan harus mau
riyadhah, maka dimanapun sang kyai memberikan nasehat dan ceramah selalu diselipkan agar para ikhwan TQN
Suryalaya berusaha untuk Qiyamul-lail, memperbanyak zikir, dan
riyadhah-riyadhah lainnya. Ajakan beliau tersebut bukan sekedar ucapan saja, tapi langsung diberi contoh oleh dirinya sendiri dalam
kehidupan sehari-hari. Termasuk keluarganya sendiri tidak pernah disuruh secara
langsung untuk mengamalkan amaliah TQN. Caranya adalah dengan dibawa dan diajak langsung anak-anaknya ke
Pontren Suryalaya, diajak menghadiri khataman atau manakiban, dibawa ziarah dan riyadhah
lainnya tanpa perintah apalagi instruksi langsung. Sampai akhirnya anak-anak
itu sendiri tahu dan mengamalkan tanpa paksaan.
Metode mendidik dengan cara ini ternyata lebih berkesan dan lebih
membekas dalam hati sanubari di mata keluarga dan murid-muridnya. Ada salah
seorang putrinya
yang senang memakai celana jeans dan berambut pendek agak tomboy. Sang Kyai
tidak langsung melarang, malah diajak berbicara dari hati ke hati secara
pribadi sampai muncul dalam hati anak perempuannya itu kesadaran sendiri untuk
merubah penampilan agar lebih islami secara alami. Dalam hidupnya Kyai Noor ini
tidak pernah marah kepada siapapun dan memaksakan kehendak, apalagi memakai
kekerasan fisik. Beliau lebih mengedepankan dialog dan ajakan penuh kasih
sayang dalam menyelesaikan semua permasalahan. Ketika berbicara masalah agama
atau TQN, beliau sangat tegas dan tidak ada tawar menawar. Siapapun yang belum
melaksanakan shalat, maka pasti disuruh shalat lebih dahulu, termasuk anaknya
sendiri yang malas shalat akan langsung diperciki air agar cepat shalat.
Metode dakwahnya sangat unik, tidak menonjolkan diri dan tidak
berkesan menggurui kepada para ikhwan dimanapun. Gayanya nyentrik dan siapapun
orang yang di sekelilingnya akan nyaman dan segar mendengar guyonannya yang
penuh makna. Pernah salah seorang muridnya yang selalu bangga memakai
kongkorong seperti preman, langsung malu sendiri dan membuka kongkorong sendiri
tanpa disuruh. Padahal hanya diberi guyonan bahwa anjing tetangga sangat bagus
memakai kongkorong. Amanatnya yang penting bahwa dalam hidup tidak boleh toma,
jangan ingin dipuji atau kata orang sunda “pupujieun”, dan harus selalu
kasih sayang (nyaah) kepada orang-orang kecil.
Kecintaan kepada Guru Mursyidnya diaplikasikan dengan cara
mencurahkan seluruh hidup untuk berdakwah TQN Suryalaya, kecuali hari jumat
akan menyempatkan diri di rumahnya sendiri walaupun tetap menerima tamu. Bahkan
Seminggu sebelum wafat, masih memimpin ziarah Wali Songo, dan masih tetap
menjalankan tugas dari Guru Mursyidnya Abah Anom untuk berdakwah di Jakarta.
Tidak pernah seharipun meninggalkan tugas dari guru Mursyid selama hidupnya.
Ketawadhuan dan keta’dhimannya terhadap guru Mursyid terlihat dari
ketidak- inginannya untuk terkenal dan mengatas-namakan Mursyidnya dimanapun
berada dan berbicara, yang notabene kakaknya sendiri. Apalagi aji mumpung untuk
kehidupan keluarganya, justru banyak orang yang dibantu dan diselamatkan dalam
kehidupannya oleh Beliau. Prinsip ini
terus dipegangnya walaupun Sang
Mursyid wafat, bahwa berkhidmat dan menghormati kepada Guru Mursyid itu tidak
ada batasnya dan sampai titik darah
penghabisan. Dan kita harus menghormati serta menjaga keluarga dan “patilasan”
nya, karena hakekatnya Mursyid itu akan senantiasa hadir dimanapun dan kapanpun
selama kita mengamalkan ajarannya. Bahkan kita harus mandiri karena sudah
diberi oleh Mursyid alatnya, tinggal mengamalkan saja dengan sebaik mungkin.
Banyak orang yang tidak tahu bahwa gambar latifah yang sekarang
menyebar luas itu merupakan karya monumentalnya sampai kapanpun, tentu karya
ini setelah mendapat ijin dari Guru Mursyidnya Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul
Arifin. Dalam pandangan Kyai Noor apapun yang dilakukan dan diamalkan dalam TQN
ini harus dikonsultasikan langsung dengan Mursyid dan atas ijinnya, dan apapun
yang kita dapat dan kita punya dipersembahkan ke Suryalaya sebagai bagian
khidmat kepada Guru Mursyid. Jangan bergeser sedikitpun darinya sampai titik
darah penghabisan. Ini dicontohkan langsung oleh Kyai Noor sendiri yang tetap
istiqamah melaksanakan amanat Guru Mursyid dan mengamalkan ajarannya sampai
detik-detik akhir hayatnya.(Pernah dimuat dalam Sinthoris 4)
Comments
Post a Comment