Mengapa Tanbih dibaca berulang-ulang ?

Salah satu yang
membedakan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Pontren Suryalaya dengan TQN
lainnya adalah adanya Tanbih Pangersa Abah Sepuh. Dan Tanbih ini senantiasa
dibaca oleh ikhwan TQN Pontren Suryalaya dalam berbagai kesempatan dan acara. Mengapa
Tanbih selalu dibaca berulang-ulang oleh ikhwan TQN Pontren Suryalaya? Pembacaan
Tanbih, bukan saja dalam setiap kegiatan Manaqiban bulanan di mesjid-mesjid dan
musholla, melainkan dalam acara lain, seperti: setiap kegiatan acara-acara resmi di
lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya atau ikhwan TQN, baik di Yayasan pusat
maupun perwakilan, kampus IAILM dan STIELM serta di sekolah-sekolah yang berada
dalam naungan Yayasan Serba Bakti ; Kenaikan kelas, Wisuda Sarjana, Pesantren
Sarjana, dan acara-acara resmi yang bersifat nasional dan internasional lainnya,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Bahkan hampir setiap tahun Pangersa
Abah Anom perlu membuat Maklumat (lebih dari 20 Maklumat) untuk selalu
mengamalkan Tanbih kepada para muridnya dengan sebaik-baiknya. Dalam pandangan KH.Zaenal Abidin Anwar (Salah seorang pengemban
amanat) dikatakan bahwa Tanbih merupakan pedoman hidup sekaligus indikator
seseorang yang benar-benar mengamalkan TQN Suryalaya dalam hidupnya. Ketika
seseorang benar-benar mengamalkan Tanbih ini dan menjiwainya, maka secara
otomatis akan tumbuh “rasa rumasa” untuk selalu beribadah kepada Allah
dan “tumarima” dalam hidup, sehingga mendapat banyak karunia Allah.
Malah setiap anggota badan ini otomatis digerakkan untuk selalu ingin cepat
melaksanakan kewajiban kepada Allah, seperti: pergi ke mesjid untuk berjamaah
shalat, bangun malam mampu bangun sendiri dan otomatis terbangun di malam hari.
Tanbih dalam pandangan TQN mempunyai nilai sakral yang tinggi
sebagai intisari al-Quran dan As-Sunnah yang sudah mengalami transformasi ke
dalam berbagai kearifan lokal, khususnya budaya Sunda sebagai tempat lahirnya
produk Tanbih. Bahkan Abah Sepuh dipandang telah berhasil menancapkan landasan
dasar kepesantrenan yang memadukan antara ketarekatan, kesundaan, dan
keindonesiaan yang dilanjutkan oleh Abah Anom sebagai “putra biologis”
sekaligus “putra ideologis”nya. Sehingga Pondok Pesantren Suryalaya dapat
dikomunikasikan ke khalayak umat yang lebih luas. Tidak hanya lintas mazhab,
lintas wilayah, bahkan juga lintas agama.(Asep Salahudin.2010).
Tanbih menurut R.Mamat Rachmat (2011) adalah bahasa rasa yang susah
diungkapkan dalam kata-kata, tetapi akan terasa kalau diamalkan dengan kesungguhan
dalam membangun dan membangkitkan “rasa rumasa” dalam beribadah kepada
Allah. Tanbih adalah intisari yang dinukil dari al-Quran dan As-Sunnah yang
bukan hanya dikhususkan untuk ikhwan TQN saja, melainkan untuk seluruh kaum
muslimin. Seandainya Tanbih ini diamalkan oleh seluruh umat manusia di muka
bumi, tentu tidak akan terjadi peperangan dan tindak kekerasan serta perbuatan
anarkis, khususnya anarkis kepada Allah swt. Realitasnya sebagai manusia
walaupun dibaca berkali-kali, ternyata godaan syeitan sangat canggih dan
dahsyat. Walaupun sudah diingatkan agar selalu waspada terhadap bujuk rayu dan
godaan syeitan yang menyelinap dalam diri kita, tetap lalai dan lupa.
Selain berisi doa dari seorang mursyid
kepada pemimpin Negara dan para muridnya, Tanbih juga mengandung nilai-nilai
Islam yang dibingkai dan diransformasikan oleh Abah Sepuh dalam kearifan lokal
dan menjadi Sistem Nilai Budaya komunitas TQN Suryalaya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Pandangan terhadap
Hakekat hidup manusia:
“ Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, ngahaturkeun kagegelan wasiat ka sadaya
murid-murid poma sing hade-hade dina sagala laku lampah, ulah aya carekeun
Agama jeung Nagara. Eta dua-duanana kawulaan sapantesna samistina, kudu kitu
manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa ngawujudkeun karumasaan
terhadep agama jeung nagara ta’at ka Hadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah
dina agama jeung nagara.”
Dari sini ada
suatu nilai prinsip bahwa hakekat hidup setiap orang dalam TQN Suryalaya adalah untuk beribadah
dan mengabdi dengan cara agar selalu mentaati peraturan Agama dan Negara,
kepatuhan terhadap peraturan agama sejajar dengan kepatuhan terhadap peraturan
Negara. TQN tidak memisahkan kehidupan dunia dari kehidupan akhirat, sebaliknya
justru kehidupan dunia adalah tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya
untuk di akherat, berupa amal ibadah atau berbagai amal lainnya dalam kerangka hablumminallah
maupun hablumminannas. Ad-dunya mazra’atul-akherat.
2.
Pandangan
terhadap hubungan manusia dengan sesama dan alam sekitarnya:
“ Ku
lantaran kitu sakabeh murid-murid kudu arapik tilik jeung pamilih, dina nyiar
jalan kahadean lahir bathin dunya akherat sangkan ngeunah nyawa betah jasad,
ulah jadi kabengkahan anu disuprih “cageur bageur”.
Dalam arti setiap orang dalam TQN
ini dibina untuk memiliki kepribadian mulia berlandaskan iman dan takwa secara
teguh walaupun hidup di tengah masyarakat yang pluralis, mempunyai kepribadian
yang mampu menempatkan diri di kalangan manusia manapun dengan tampilan akhlak
mulia, atau manusia Cageur Bageur.
Sikap mulia ini berlaku untuk semua
manusia walaupun berbeda agama dan keyakinan, agar dapat hidup dengan aman dan
tenteram dalam masyarakat global yang pluralis dan multikultural sekalipun.
Dalam bahasa Tanbih dikatakan :
“Ari sebagi agama, saagamana-saagamana,
nurutkeun surat Alkafirun ayat 6: “agama anjeun keur anjeun, agama kuring keur
kuring”, surahna ulah jadi papaseaan “ kudu akur jeung batur-batur tapi ulah
campur baur” (Adapun soal
keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat Surat Al-Kafirun ayat
6 :”Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku”, Maksudnya jangan terjadi
perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai,
tetapi janganlah sekali-kali ikut campur).
3.
Pandangan
terhadap karya dan waktu:
“
Geuning dawuhan sepuh baheula “ Sina logor dina liang jarum, ulah sereg di
buana”. Lamun urangna henteu kitu tangtu hanjakal diakhirna. Karana anu
matak tugeunah terhadep badan urang masing-masing eta teh tapak amal
perbuatanana ”.
Ini merupakan tujuan akhir orang-orang
TQN, yaitu menjadi orang-orang yang mampu hidup sebagai manusia yang menyandang
predikat “Cageur Bageur” dimanapun dan dalam keadaan situasi apapun atau
menjadi “manusia-manusia Transformatif” yang tetap istiqomah dalam
memandang Hakekat hidup manusia, karya
manusia, ruang waktu manusia, hubungan manusia dengan alam sekitarnya. dan
hubungan manusia dengan sesamanya berdasarkan sistem nilai Tanbih.
Apa hikmah Tanbih ini selalu dibaca
berulang-ulang ? Hampir semua ikhwan sepakat tujuan utamanya adalah
mengharapkan barokah. Tetapi selain barokah, yang lebih penting lagi sebagai
peringatan atau pendidikan dalam upaya mewariskan nilai-nilai yang ada di
dalamnya. Dalam istilah pendidikan metode pengulangan ini merupakan metode
pembelajaran yang sangat penting bagi keberhasilan setiap murid. Maka Pembacaan
isi Tanbih di kalangan ikhwan TQN, menurut Lilis Hadaliah (2009) dapat dipandang
sebagai peristiwa pembelajaran yang menghasilkan efek:
1. Internalisasi yaitu
penerimaan pesan manakala isi pesan dipandang sesuai dengan sistim nilai yang
dimiliki oleh penerima pesan. Isi Tanbih adalah ajaran yang berkaitan dengan
apa yang mesti dilakukan oleh ikhwan agar memperoleh kebahagiaan, ketentraman
dan keseimbangan kondisi lahir dan batin. Pesan demikian merujuk kepada ajaran
Islam yang diyakini kebenarannya oleh umat Islam.
2. Identifikasi
adalah suatu kondisi ketika individu meniru perilaku individu atau kelompok
lain oleh karena perilaku itu ’berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan
diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu’. Komunikator dalam hal ini menjadi contoh
teladan bagi penerima pesan. Tanbih adalah pesan yang disampaikan secara kontinyu
dari generasi ke generasi secara multi level dengan penerimaan perilaku karena
isi pesan menguatkan konsep diri muslim.
3. Ketundukkan adalah kondisi
manakala individu menerima pengaruh pesan karena ’ia berharap memperoleh reaksi
yang menyenangkan dari orang atau kelompok’ itu. “Dalam ketundukan, orang
menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena
perilaku itu membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan“.
Dikaitkan
dengan isi Tanbih, ia merupakan perilaku
yang menjanjikan ketenangan dan ketentraman lahir batin di manapun seseorang
hidup. Ketiga bentuk pengaruh yang dihasilkan dari pembacaan isi Tanbih secara
berulang di berbagai kesempatan, dapat melahirkan insan-insan berbudi luhur,
taat terhadap aturan agama dan negara, luwes dan memiliki daya tahan terhadap
berbagai rintangan dalam kehidupan sosial. Sehingga sikap dan kepribadiannya
terukir dalam sebuah Ranggeuyan Mutiara atau Untaian Mutiara. Mutiara adalah batu permata yang tumbuh di dalam
kerang yang terbentuk dalam waktu lama dan tidak akan pecah karena ia sangat
keras, akan tetapi memiliki keindahan yang diidamkan manusia, ia menjadi harta
berharga - yang harus dianut dan diamalkan oleh segenap ikhwan TQN. Keempat
Ranggeuyan Mutiara tersebut adalah:
1.
Ulah ngewa ka
ulama anu sajaman
2.
Ulah nyalahkeun
kana pangajaran batur
3.
Ulah mariksa
murid batur
4.
Ulah medal sila
upama kapanah.
Kudu asih ka jalma nu
mikangewa ka maneh.
Tujuan utamanya adalah mengharapkan
keridhaan Allah dan diberi kemampuan untuk bermahabbah dan bermarifat
kepada-Nya, sebagaimana dalam doanya sebelum berzikir:
الهى انت مقصودي
ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك
Artinya :“ Tuhanku,
Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan
untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu.
Comments
Post a Comment