HIKMAH TERSEMBUNYI DALAM TANBIH






Tidak pernah ada suatu gagasan atau ide-ide yang muncul dari ruang hampa di dunia ini, semuanya pasti ada peristiwa pemicunya termasuk agama-agama atau ideologi-ideologi dunia yang dikenal saat ini. Begitu juga Tanbih yang menurut sejarah merupakan wasiat dari Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) pendiri PP.Suryalaya yang disampaikan oleh KH.Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom) pada tanggal 13 Pebruari 1956, juga tidak terlepas dari aksioma tersebut.
 Tanbih  lahir dari serangkaian dialog antara keabadian firman Allah yang universal dan eternal dengan kondisi lokal dan aktual di bumi Priangan yang notabene suku Sunda saat itu. Oleh karena itu gambaran situasi dan kondisi bumi Priangan  menjadi sangat penting untuk dikaji agar dapat dilihat sejauh mana dialog yang terjadi, serta seperti apa bentuk akhir dari hasil dialog tersebut terimplementasikan oleh para pengamalnya dikemudian hari.
Tanbih merupakan hasil perenungan panjang Pangersa Abah Sepuh dalam memahami nilai-nilai Islam dengan bingkaian kearifan lokal berbasis kesundaan. Perenungan panjang ini sejalan dengan apa yang dilakukan sahabatnya seorang Pujangga Sunda terkenal Hasan Mustapa yang berupaya mengislamkan Sunda dan menyundakan Islam.(Asep Salahudin.2010). Pangersa Abah Sepuh menyadari bahwa sebagai seorang Guru Mursyid dalam sebuah Tarekat adalah perlu adanya suatu pengikat bagi para pengikutnya agar dapat mengikuti jejak langkahnya dalam menggapai kehidupan tertinggi sebagai seorang manusia.
Tanbih adalah wasiat, peringatan, nasehat, amanat, pedoman, bagi para ikhwan dalam mengamalkan ajaran Islam menurut Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Memberi wasiat menurut Al-Quran merupakan kewajiban bagi setiap orang yang bertaqwa, sebagai upaya memberikan pesan kepada yang diberi wasiat agar melaksanakan seluruh isi yang diwasiatkannya. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Baqaroh, ayat:132 yang artinya: “Dan Ibrahim telah berwasiat kepada anak-anaknya, demikian juga Ya’qub: Hali anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim”.
Tanbih lahir dari suatu keprihatinan mendalam dan tanggung jawab moral seorang Guru Mursyid (Abah Sepuh) terhadap para muridnya, khawatir kalau-kalau para murid bersikap dan bertindak keliru, tidak sesuai dengan ajaran tarekat Islam dan tidak bahagia dunia-akheratnya. Sehingga Tanbih ini berfungsi sebagai pedoman, peringatan, dan  tuntunan beramal sehari-hari bagi para murid tarekat ini (TQN PP.Suryalaya) untuk kemaslahatan dan kebahagiaan hidupnya
Tanbih TQN Suryalaya merupakan sebuah ekspresi, perwujudan, atau simbolisasi dari pandangan-pandangan atau perasaan-perasaan Pangersa Abah Sepuh sebagai seorang tempat bertanya TQN (Guru Mursyid) terhadap berbagai sendi-sendi kehidupan demi keselamatan para pengikutnya. Pandangan-pandangan dan perasaan ini dikomunikasikan dan disampaikan kepada para muridnya dengan wahana Tanbih. Sebagai suatu tuntunan bagi komunitas TQN, berbagai aspek yang terdapat dalam Tanbih merupakan suatu system nilai budaya yang tidak berdiri sendiri melainkan saling berhubungan dengan aspek lain yang ada dalam budaya lainnya.
Dengan demikian,Tanbih lahir dari kesadaran tinggi Pangersa Abah Sepuh untuk membingkai berbagai pesan Ilahi dalam peta kekinian agar mampu dilaksanakan dan dijadikan pedoman oleh berbagai tingkatan keterbatasan manusia yang mengharap kehidupan suci dan tinggi disisi Penciptanya. Malah Tanbih diharapkan mampu membingkai kehidupan para muridnya agar tetap berlaku sebagaimana dicontohkan olehnya dalam kehidupan sehari-hari serta dapat digunakan sebagai pedoman bagi kehidupan komunitas tersebut untuk dapat saling berkomunikasi tanpa salah paham. Karena dengan menggunakan kebudayaan yang sama sebagai acuan untuk bertindak, setiap pelaku yang berkomunikasi tersebut dapat meramalkan apa yang diinginkan oleh pelaku yang dihadapinya. Begitu juga dengan menggunakan simbol-simbol dan tanda-tanda yang secara bersama-sama mereka pahami makna-maknanya. Mereka itu tidak mengalami kesalahpahaman mengenai apa yang saling mereka inginkan dalam berkomunikasi dan menilai interaksi yang berlangsung. 
Bagaimana latar belakangnya? Dan bagaimana dialog-dialog yang terjadi dengan nilai-nilai lokal yang pernah diakomodasi Pangersa Abah Sepuh dalam membumikan Islam di tanah Pasundan yang ketika itu masih dalam masa pergolakan dan tarik-menarik kepentingan antar kelompok yang berkepentingan. Termasuk bagaimana Tradisi Pembacaan Tanbih dalam komunitas TQN Suryalaya dan nilai- nilai yang diwariskan sampai sekarang. Sehingga berbagai pemikiran cemerlang dalam mendakwahkan Islam ini perlu dibaca berulang-ulang dalam komunitas TQN tersebut. Strategi yang dibuat Pangersa Abah Sepuh dan diteruskan oleh Pangersa Abah Anom ini mampu membuat Pondok Pesantren Suryalaya tetap eksis sampai sekarang (2017) dan TQN Suryalaya mampu berkembang ke berbagai daerah bahkan ke luar negri. Anda bisa menyaksikan setiap hari orang ikut talqin di Pontren Suryalaya, dan setiap bulan tiap sebelas hijriah berbondong-bondong kaum muslimin datang mengikuti Manakiban.

Priangan Ketika itu
Islam diyakini sebagai agama yang bersumber wahyu dari Allah pembawa rahmat bagi setiap manusia secara universal. Tentu, dalam pengamalannya tidak boleh  lepas dari kepentingan dan kebaikan manusia tersebut dan perlu ada adaptasi dan berbagai kompromi dalam realisasinya dengan berbagai hal yang terjadi di sekitar kehidupan manusia itu sendiri sehingga mampu memberi manfaat maksimal bagi kehidupannya.
Termasuk takkala Islam masuk ke Tatar Sunda yang sudah mempunyai budaya dan tradisi kehidupan dalam masyarakatnya atau kearifan lokal tersendiri, maka berbagai adaptasi dan kompromi tidak bisa dihindari oleh para penyebar Islam di awal masuknya Islam ke Tatar Sunda. Menurut Ganjar Kurnia  yang dikutip Syafei (2010:52-53), bisa diterimanya Islam dengan baik di tatar Sunda karena di antara keduanya, yakni Islam dan Sunda, mempunyai persamaan paradigmatik yang bercirikan Platonik.
Islam memandang dan memahami dunia sebagai ungkapan azas-azas mutlak dan terekam dalam wahyu Allah. Sedangkan kebudayaan Sunda lama meletakkan nilai-nilai mutlak yang kemudian diwujudkan dalam adat beserta berbagai upacaranya. Bahkan Haji Hasan Mustapa, yang dikenal sebagai penghulu Bandung dan juga sastrawan Sunda, manakala menafsirkan Al-Quran pada ayat-ayat awal surat Al-Baqarah menegaskan bahwa urang Sunda mah geus Islam samemeh Islam (orang Sunda sudah Islam sebelum datangnya Islam). Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh ranah kehidupan orang Sunda mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran dan hukum dalam masyarakat Sunda pun disosialisasikan melalui beragam matra kehidupan, seperti seni dan budaya, sebagaimana dapat dilihat pada lelakon pewayangan (wayang golek), lagu-lagu, pantun dan banyolan-banyolan.
Tanbih Abah Sepuh yang notabene berbahasa Sunda sudah pasti tidak muncul begitu saja, sebagai seorang Guru Mursyid yang diberi amanat dari gurunya Syeikh Tolhah Kalisapu Cirebon dengan bijak menterjemahkan berbagai nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat dengan bahasa yang dipahami oleh masyarakat itu sendiri atau dalam istilah Hadits ”a’la Lisani Qaumihi”.
Abah Sepuh tentu mengetahui bahwa budaya setempat sangat berpengaruh terhadap kesuksesan dakwahnya, apalagi fenomena mendakwahkan Islam dengan pendekatan TQN di waktu itu sangat baru dan dianggap aneh. Untuk itu dengan menggunakan bahasa yang berlaku di masyarakat setempat (Sunda) diharapkan dakwahnya mampu diterima oleh masyarakat, mengingat bahasa merupakan cerminan budaya bangsa. Dengan menguasai bahasa suatu masyarakat secara otomatis mampu untuk mempelajari dan menguasai kebudayaan masyarakat tersebut.
Selain itu, situasi dan kondisi wilayah Priangan yang masih dilanda dengan berbagai aksi terror, khususnya dari DT/TII dan kelompok-kelompok lain yang masih mempunyai kepentingan dan tidak puas terhadap berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat mempengaruhi Pangersa Abah Sepuh.  Sisi inilah yang masih kurang digali oleh para sejarawan dan peneliti, seakan-akan Pangersa Abah Sepuh dan Pangersa Abah Anom tidak mempunyai kontribusi positif terhadap NKRI.
Padahal dalam Tanbih disebutkan dengan tegas agar seluruh murid-muridnya untuk mentaati aturan Agama dan Negara: “ Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, ngahaturkeun kagegelan wasiat ka sadaya murid-murid poma sing hade-hade dina sagala laku lampah, ulah aya carekeun Agama jeung Nagara. Eta dua-duanana kawulaan sapantesna samistina, kudu kitu manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa ngawujudkeun karumasaan terhadep agama jeung nagara ta’at ka Hadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah dina agama jeung nagara.”
Menurut Pangersa Abah Sepuh  bahwa hidup ini untuk beribadah dan  mengabdi, yaitu dengan cara agar selalu mentaati peraturan Agama dan Negara. Bahkan kepatuhan terhadap peraturan agama sejajar dengan kepatuhan terhadap peraturan Negara. Prinsip ini dipegang teguh dan istiqamah oleh Abah Sepuh maupun Abah Anom sebagai Islam nasionalis yang memilih jalur agama inklusif sebagai gerakan cultural ketimbang masuk menjadi bagian garis Islam ideologis dan berhadap-hadapan dengan pemerintah yang sah.(Asep Salahudin.2011). Ajaran TQN tidak memisahkan kehidupan dunia dari kehidupan akhirat, sebaliknya justru kehidupan dunia adalah tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk di akherat, berupa amal ibadah atau berbagai amal lainnya dalam kerangka hablumminallah maupun hablumminannas.
Maka kesalehan individual harus dibarengi dengan kesalehan sosial. Tidaklah seseorang itu dikatakan baik akhlaknya kecuali dia selalu mentaati dan melaksanakan perintah Agama dan Negaranya. Agama dan Negara adalah satu kesatuan dalam upaya mewujudkan kebaikan di dunia dan akherat. Pangersa Abah Sepuh dan Abah Anom sebagaimana kebanyakan ulama sunni lainnya, memandang bahwa dimanapun tinggal selama Negara tersebut memberikan ruang untuk berjalannya aturan agama (Islam), maka setiap muslim wajib mentaati pemerintahannya.
Maka ketika ada sebagian umat Islam yang ingin mendirikan Negara lain walaupun memakai embel-embel Islam, tentu menolaknya. Karena NKRI ini merupakan ijtihad final para ulama terdahulu dalam mendirikan Negara yang multikultural tetapi masih mampu terlaksananya syariat Islam dengan baik. Apalagi caranya yang tidak baik bahkan memakai kekerasan dan menghalalkan segala cara yang justru bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri yang membawa pesan damai dan rahmat bagi sekalian alam.
Dalam sejarah pendapatnya ini diukir dengan baik, bagaimana Pangersa Abah Sepuh membujuk pemimpin Negara Pasundan untuk setia kepada NKRI. Ketika jaman Pangersa Abah Anom, berapa kali kelompok DI/TII menyerang Pontren Suryalaya yang dianggap musuh karena mendukung pemerintahan NKRI yang sah ketika itu. Pontren Suryalaya mampu menjadi parner TNI dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. Bahkan Pangersa Abah Anom mampu memberikan kontribusi nyata dalam mengisi kemerdekaan: sejak mendirikan bendungan, irigasi, pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, mempelopori kelestarian lingkungan dan lain-lainnya.
Ketika terjadi gejala dan pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia), Suryalaya bahu membahu mempertahankan kedaulatan dan berpartisipasi memperkuat politik pemerintah Indonesia ketika itu dalam menghadang gerakan politik komunis.
Hal yang sangat spektakuler sampai diakui oleh dunia internasional adalah kiprahnya dalam membantu para korban ketergantungan Nafza (Narkotika dan zat adiktif lainnya) dengan metode INABAH. Sudah berapa banyak generasi muda Indonesai dapat disembuhkan dan dibina demi masa depannya. Pangersa Abah telah menemukan formula bagaimana memulihkan kembali dan menyadarkan orang-orang terkena pengaruh Nafza yang sangat berbahaya terhadap keberlangsungan suatu generasi manusia. Bahkan metode Inabah ini bukan saja mampu menyembuhkan orang-orang yang sakau (mabuk) oleh Nafza, tetapi juga orang-orang yang sakau oleh harta, tahta, dan wanita serta orang-orang yang selalu lalai dari mengingat Allah. Sehingga metode Inabah ini sudah diakui secara nasional oleh pemerintah Malaysia dan dijadikan rujukan bagi lembaga resmi disana dalam penanggulangan masalah diatas. Dan akhir-akhir ini metode TQN ini dijadikan salah satu model dalam penanganan terorisme dan radikalisme serta paham takfiri oleh salah seorang muridnya Ust. Ali Muhammad dari Singapura yang mendirikan RRG (Religious Rehabilitation Groups). Lucunya pemerintah kita malah belajar dari Singapura dalam penanganan radikalisme dan teroris ini, padahal mereka itu belajar dari Pontren Suryalaya.



























           



Comments

Popular posts from this blog

Tradisi Pembacaan Tanbih dan Pewarisan nilai-nilai Budayanya dalam komunitas TQN Suryalaya

KH. NOOR ANOM MUBAROK : ISITIQOMAH BERTAREKAT DAN BERKHIDMAH SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN

Kudu Asih Ka Jelema nu mikangewa ka maneh