TRADISI ZIARAH MAKAM PENDIRI DAN SESEPUH PONTREN SURYALAYA MENJELANG HARI RAYA IDUL FITRI
1.
Latar Belakang
Salah satu
tradisi kaum muslimin yang sudah mendarah daging di Indonesia adalah ziarah
kubur, baik ziarah ke makam para wali dan orang-orang soleh yang dianggap
keramat dan disucikan, ataupun ke makam orang-tua sendiri dan keluarga.
Maka pada
bulan-bulan tertentu misalnya menjelang bulan Ramadhan, bulan Rajab dan Maulid,
hari raya Idul Fitri, dan hari-hari tertentu misalnya malam jumat dan hari jum’at,
khususnya di Pulau Jawa, tempat-tempat seperti makam Wali Songo dan lainnya
senantiasa dibanjiri oleh para peziarah dari berbagai daerah, termasuk dari
luar negri seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan lainnya.
Fenomena diatas
bukanlah sesuatu yang baru, melainkan sudah menjadi tradisi masyarakat muslim yang
dilakukan secara turun temurun. Ziarah menurut bahasa berasal
dari akar kata ”zaara-yazuuru, ziyaaratan”, artinya
berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah adalah
mengunjungi tempat-tempat suci, atau
berkunjung kepada orang-orang salih,
para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan
niat karena Allah.
Pada awal-awal Islam memang ziarah
kepada yang sudah meninggal pernah dilarang oleh Rasulullah Saw dengan alasan
kekhawatiran Rasulullah terhadap kemungkinan terjadinya pemusyrikan dalam
praktek ziarah tersebut. Tetapi ketika Rasulullah melihat bahwa prilaku
sahabat-sahabat tidak menyimpang secara teologis dengan berziarah, maka beliau
membolehkan bahkan menganjurkan kepada sahabat untuk melakukan ziarah. Rasulullah
bersabda:
كنت نهيتكم عن
زيارة القبور الا فزوروها فانها تذكر الموت
Artinya : “Aku melarang
kamu berziarah ke kubur, tetapi sekarang berziarahlah, karena ziarah itu dapat
mengingatkan kamu pada kematian”.
Beliau sendiri setiap seminggu
sekali suka berziarah ke makam keluarganya yang ada di Baqi’ dekat masjid Nabawi
di Madinah. Beliau mendoakan mereka serta bertafakkur dan
mengambil i’tibar dari
keadaan mereka.
Hal menarik dalam tradisi ziarah ini adalah adanya berbagai ritual yang
berbeda antara satu komunitas dengan komunitas lainnya dan terjadi prosesi
tersendiri (akulturasi budaya, asimilasi budaya, dan sebagainya) yang menjadi fenomena budaya masyarakat sampai
sekarang. Tidak heran dalam ziarah terdapat berbagai keinginan dan motivasi
tertentu yang berbeda satu peziarah dengan peziarah lainnya yang terlantun melalui
doa-doa yang melatar belakangi gerak dan prilakunya, sehingga mendorong dirinya
untuk melakukan ziarah.
2.
Motif dan Tujuan Ziarah Dalam TQN
Tradisi
ziarah di lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya berlangsung sejak zaman Abah
Sepuh dan Abah Anom
hingga sekarang. Selain berziarah ke tanah suci (Makkah) dan Medinah untuk
menunaikan ibadah haji, baik Abah Sepuh maupun Abah Anom biasa melakukan ziarah
ke tempat-tempat suci bersejarah lainnya, baik yang di luar negri maupun yang
ada di dalam negri. Ziarah kepada para Wali Songo (yang semuanya berada di
wilayah Jawa) misalnya, dilakukan oleh Abah Anom setiap tahun dan tradisi ini
diteruskan oleh murid-murid Abah sendiri (para ikhwan) hingga sekarang.
Dalam sejarah, Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin r.a. atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Abah Anom tidak pernah absen dari berziarah setiap
tahunnya, khususnya ziarah ke Wali Songo. Bahkan
sampai di penghujung hayatnya masih tetap berziarah walaupun dengan memakai
kursi roda. Tentu ada hikmah yang besar dibalik itu, sehingga Beliau tetap
istiqamah sampai akhir hayat melaksanakan ziarah tersebut.
Sebagai ikhwan
TQN Suryalaya tentu motif dan tujuan utama ziarah perlu sejalan dengan guru
mursyidnya yang sesuai dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah Saw,
diantarnya adalah:
a.
Mendoakan
kepada ahli kubur dan memohonkan ampunan
bagi mereka, supaya mendapat maghfirah dan rahmat dari Allah serta senantiasa
mendapat kelapangan dalam kubur serta dijadikan kuburnya Raudhohthul min
Riyadhil Jinan (taman Syurga) dan
selamat dari azab kubur. Karena orang- orang yang telah meninggal dunia sangat
mengharap kiriman do’a yang dapat membawa kesejukan berbagai ampunan untuknya.
Hal ini merupakan bentuk perbuatan baik orang yang masih hidup kepada orang
yang telah meninggal. Karena amal orang yang telah meninggal telah putus begitu
ia menghembuskan nafas terakhirnya meninggalkan dunia menuju akhirat. Oleh
karena itu orang yang meninggal sangat membutuhkan orang yang berbaik hati mau
mendoakan kebaikan, dilapangkan kuburnya dan ampunan baginya, serta
menjadi-kannya penghuni surga.
b.
Mengingatkan
seorang hamba kepada kematian dan akhirat serta memberi gambaran berharga akan kefanaan
dunia. Sehingga ketika selesai berziarah dari makam, akan timbul rasa takut
kepada Allah, dan bertambahnya tauhid yang
mantap kepada Allah. Kemudian memikirkan akhirat, timbul rasa penyesalan dan
penuh dosa, yang membangkitkan semangat untuk bertaubat, dan bertaqwa kepada
Allah. Bahkan memunculkan kepedulian terhadap sesama, juga lapang dada dalam
mema’afkan berbagai kesalahan orang lain, sebagai perwujudan amal saleh. Akibat
akhir dari berziarah adalah memungkinkan penuh istiqomah dalam menjaga kualitas
iman dan nilai-nilai ke-Islaman, dan berharap memperoleh akhir yang baik (husnul
khotimah).
c.
Sebagai
tanda cinta (mahabbah), penghormatan dan kasih sayang kepada orang yang diziarahi,
dan mengharap barakah (tabarruk) dari Allah ketika berziarah. Semoga keberkahan
dan kebaikan yang Allah berikan kepada mereka dapat diberikan dan dilimpahkan kepada kita yang berziarah.
d.
Sebagai
pelajaran dan motivasi kepada kita yang masih hidup untuk meneladani kehidupan
mereka (I’tibar) yang dihiasi berbagai kemuliaan dan amal salih, serta jasa
yang begitu banyak bagi manusia setelahnya. Sampai-sampai para Auliya itu tetap
memberikan kebaikan dan manfaat setalah mereka meninggal kepada manusia yang
hidup setelahnya. Berapa banyak manusia yang mencari nafkah dan rijki di sekitar
makam mereka, bahkan seumur hidupnya bergantung kepada keberadaaan makam para
Auliya. Sejak penjaga makam, tukang menjaga kebersihan, para pedagang, supir,
sampai pajak yang masuk ke kas pemerintah setempat.
e.
Sebagai
tanda bakti dan terima kasih seorang anak kepada orang tua, seorang murid
kepada gurunya, atau kita yang masih hidup kepada para Wali yang telah berjasa
menyebarkan Islam dan manfaatkan kita rasakan sampai sekarang. Terdapat doa dan
tujuan untuk disampaikan pahalanya ketika ziarah tersebut kepada ahli kubur
agar diampuni berbagai kesalahan dan dosanya. Dan menjadi suatu kewajiban bagi
seorang anak untuk menziarahi kubur orang-tuanya. Begitu juga seorang murid
kepada gurunya sebagai tanda terima kasih atas jasa baiknya yang telah mendidik
dan mengajarkan ilmu yang bermanfa’at di dunia dan akhirat.
f. Tabarruk. Tabarruk ini biasa
dilakukan oleh para sahabat kepada Rasululullah saw. Ada sahabat yang
bertabarruk dengan membaca salawat
kepada Nabi, ada yang bertabarruk dengan rambut Nabi, pedang Nabi, pakaian
Nabi, sorban Nabi, termasuk bertabarruk
dengan mengunjungi kuburan Nabi (ziarah). Rasulullah bersabda:
من زارني بعد مماتي فكانما
زارانى فى حياتي (الحديث)
Artinya:
“Berziarah kepadaku ketika aku sudah wafat nilainya sama dengan berziarah
kepadaku ketika aku masih hidup”
(al-hadis)
Dalam tradisi tarekat
bertabarruk bukan hanya dengan hal-hal yang
berhubungan dengan Rasulullah, tetapi juga bertabarruk dengan kesalihan
para wali, dan para ulama yang amilin. Ziarah adalah salah satu bentuk bertabarruk
dengan kesalihan para salihin. Disisi lain, ziarah merupakan salah satu cara
suluk safar bil-badan dalam bentuk lain. Oleh karena bagian dari suluk maka syarat bagi
pelaku ziarah juga adalah syarat bagi pelaku suluk bil-badan.
3.
Tradisi berziarah ke makam Pendiri dan Sesepuh Pontren Suryalaya
menjelang Idul Fitri
Sehari
sebelum Hari Raya Idul Fitri, seluruh keluarga besar Pontren Suryalaya datang
ke Pontren Suryalaya, ada yang dari Bandung, Jakarta, luar Jawa, dan lainnya.
Termasuk sebagian ikhwan TQN ada yang sengaja datang untuk ikut ziarah bersama
keluarga.
Setelah
hampir semua kumpul, kadang di pagi hari atau di sore hari selepas shalat
Ashar, semua keluarga besar Pontren Suryalaya dan para ikhwan TQN yang hadir
menuju puncak Kajembaran Rahmaniyah Suryalaya. Mereka mendaki tangga menuju
makam untuk berziarah sebagai tanda bakti dan terima kasihnya kepada Pendiri
Pontren Suryalaya. Bahkan dulu langsung dipimpin oleh Pangersa Abah Anom.
Dimulai
dengan ucapan salam kepada Ahli kubur dan membaca fatihah, lalu masuklah
seluruh peziarah ke makam. Peziarah laki-laki dan perempuan dipisah, biasanya
peziarah laki-laki di sebelah kanan dan peziarah perempuan di sebelah kiri.
Setelah semuanya duduk dengan nyaman dan tertib, salah seorang keluarga yang
dituakan memimpin membacakan Tawassul sebagaimana dicontohkan guru mursyid, dimulai
tawasul kepada Nabi Saw dan keluarganya, kepada seluruh kaum muslimin-muslimat
sejak Nabi Adam sampai akhir jaman, Para Khulafaur-Rasyidin: Abu Bakar, Umar,
Ustman, Ali, dan para sahabat lainnya, para Imam Mujtahidin, Seluruh Ahli
Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah sejak Sulthanul Auliya Syeikh Abdul Qadir
al-Jaelani sampai Hadratus-Syeikh Ahmad Shahibulwafa Tajul Arifin (Pangersa
Abah Anom), orang-tua dan keluarga kita dan kaum muslimin muslimat semuanya.
Setelah selesai tawasul dilanjutkan membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan
An-Nas, lalu awal surat al-Baqarah, dan ayat Kursi, dan dilanjutkan dengan
Zikrullah minimal 165 kali dan doa serta shalawat Bani Hasyim.
Betapa
syahdu dan khusyunya para peziarah mengunjungi makam Guru Mursyidnya, yang
sudah berjasa mengantarkan kehadirat Ilahi Rabbi dan memberi cara agar mampu
mahabbah dan ma’rifat kepada Allah dengan zikrullah. Sebagai perwujudan rasa
syukur dan terima kasih kepada Guru tersebut, tentu dengan datang langsung
berziarah dan mendoakannya. Hal yang lebih penting lagi bagi seorang yang
sedang belajar tarekat adalah bahwa ziarah ini merupakan salah satu bentuk bertabarruk dengan kesalihan Guru
dan salah satu cara suluk safar bil-badan dalam bentuk lain. Karena ziarah
merupakan bagian dari suluk seorang salik yang sedang belajar mendekatkan diri,
maka perlu memenuhi syarat bagi pelaku suluk bil-badan tersebut agar berhasil. Diantaranya
perlu mempunyai wudhu dan memperhatikan adab dan etikanya dan dengan niat karena
Allah. Sehingga mampu
mendapatkan barakah dan keutamaan-keutamaan, serta I’tibar kesalihan Guru yang
harus diikuti oleh kita sebagai muridnya.
Begitu
selesai tawasul, zikir, doa, dan shalawat Bani Hasyim, para peziarahpun keluar dari puncak Suryalaya
dengan hati penuh kedamaian dan kebahagiaan. Pantas saja Pangersa Abah Anom
senantiasa berziarah kepada para Auliya Allah, karena didalamnya ternyata
banyak sekali barakah, I’tibar, dan sekaligus pengingat kepada kita bahwa suatu
saat pasti kita akan kembali kepada Allah Ta’ala, Inna lillahi wa inna ilaihi
rajiun, kita kepunyaan Allah dan pasti kembali kepada-Nya. Semoga kita
dipanggil dengan : Yaa Ayyuhan nafsu al muthmainnah irjiii ilaa rabbiki
radiyatan mardhiyyah fadhulii fi ‘ibaadi wadhlulii jannnati …amin.(pernah
diterbitkan di Sinthoris no.2/2017)

Comments
Post a Comment