MENGABDI TANPA BATAS (belajar dari Bapak Drs.H.Ahdi Nuruddin)
Siapa
santri yang pernah belajar di Suryalaya yang tidak kenal dengan Drs.H.Ahdi
Nuruddin perintis Madrasah Aliyah dan Aliyah Keagamaan (MAK) di Pontren
Suryalaya. Banyak murid dan santri yang pernah diajar olehnya dari berbagai
daerah bahkan dari luar negri yang sampai sekarang mengenangnya dan sering
bersilaturahmi dengannya.
Awal ketertarikannya ke Pon tren
Suryalaya dimulai dengan sering mendengar kata
“Agama Godebag”, sebuah julukan sinis yang dialamatkan kepada para
pengamal TQN Pontren Suryalaya di daerah sekitar Langen Banjar Patroman.
Sebagai seorang pengurus Majlis Ulama ketika itu, Pak Ahdi sering menghadiri
acara manakiban yang dilaksanakan oleh para ikhwan TQN di daerah tersebut.
Tetapi ada yang mengganjel dalam pikirannya mengapa kawan-kawannya selalu
menjuluki “Agama Godebag” kepada komunitas itu.
Dengan berbekal keingintahuan dan
semangat mencari ilmunya yang tinggi, berangkatlah Pak Ahdi dengan mengikuti rombongan
ikhwan TQN yang akan pergi ke
Pontren Suryalaya. Ketika itu tahun 1969 kata Pak Ahdi dan langsung ditalkin
oleh Pangersa Abah Anom.
Begitu
sampai ke Suryalaya dan melihat
langsung, oh…. Ternyata Godebag itu nama kampung, dan amalannya adalah
Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Dan amalan tarekat ini sebenarnya bukan hal
yang asing baginya, karena pernah belajar tentang tasawuf dan orang-tuanya
sendiri pengamal tarekat.
Seiring berjalannya waktu, Pak
Ahdipun semakin intens mengamalkannya, dan pada tahun 1975 disuruh Pangersa
Abah untuk membantunya di bidang pendidikan. Sehingga Pak Ahdi yang mempumyai
anak delapan orang tersebut hijrah bersama keluarganya ke Pontren Suryalaya.
Ketika ditanya bagaimana perbedaan
sebelum dan setelah ditalqin Pangersa Abah? Pak Aki julukannya ini berkata
dalam bahasa Sunda yang sangat filosofis sekali: “ Nu tadinya teu nyaho jadi
nyaho, nu tdina teu karasa jadi karasa” (yang tadinya tidak tahu menjadi
tahu, dan yang tadinya tidak terasa, menjadi terasa). Itulah jawaban penuh
makna yang dilontarkan pak Ahdi yang dikenal sebagai seorang pakar ilmu Mantik.
Apa rahasia agar kita tetap
istiqamah dalam mengamalkan TQN dan berkhidmat? Jawaban pak Ahdi: “Sudah
ditalqin tinggal diamalkan sebaik mungkin, bacalah berbagai kitab dan buku yang
bisa dibaca, nanti juga ilmu akan datang sendiri”. Maka tambahnya: “Jangan
berhenti untuk belajar dan belajar walaupun sudah tua seperti saya”. Dan ucapan
ini dicontohkan langsung kepada seluruh anak-anaknya yang semuanya sudah
menjadi sarjana dan master sampai sekarang yang tetap masih di Suryalaya, masih
mengajar di Perguruan Tinggi dan dirumahnya sendiri, dan masih tercatat sebagai
mahasiswa Pasca Sarjana Tasawuf di IAILM
dan merupakan mahasiswa yang paling
senior usinya. Pak Ahdi yang pernah berhidmat sebagai guru, Kepala Sekolah,
dosen, Dekan Fakultas Syariah IAILM ini akan terus setia di Suryalaya untuk
Mengabdi Tanpa Batas. Selamat dan semoga terus sehat Pak Ahdi ! (pernah dimuat di Sinthoris 2).


Comments
Post a Comment