MENSIASATI HOAK DI ERA DIGITAL DALAM PANDANGAN ISLAM
1.
Pendahuluan
Sejak awak sejarah keberadaan
manusia di muka bumi ini, pertarungan antara yang baik dan buruk, antara yang
benar dan yang salah terus terjadi bahkan sampai hari kiamat. Atas kekuasaan
Allah jua yang menciptakan segala sesuatu berpasangan: ada siang - malam,
lelaki – perempuan, baik – buruk, benar – salah, dan lainnya sehingga dunia
semakin bervariasi dan indah ibarat sinar pelangi yang berwarna- warni.
Pertempuran
dan pertarungan antara Habil dan Qabil merupakan titik tolak berbagai upaya
syeitan dalam menyesatkan umat manusia sebagai penunaian janji untuk senantiasa
menggoda seluruh anak keturunan Adam as. Maka sejak itulah tercatat berbagai
pertempuran, pertarungan, dan peperangan antar manusia di muka bumi dalam
memperebutkan berbagai hal untuk memuaskan keinginan hawa nafsunya dalam
kehidupan, baik secara fisik maupun non fisik.
Terlebih dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi,
berbagai bentuk peperangan dan pertarungan tersebut semakin canggih dan luar
biasa dahsyatnya dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Manusia sekarang tidak
hanya dihadapkan peperangan dan pertarungan fisik saja, melainkan setiap
detiknya terus dihadapkan berbagai pertempuran dan pertentangan non fisik (psy-war) yang sangat dahsyat pengaruhnya,
sampai mampu menguasai jiwa-jiwa manusia dan mengendalikannya dalam kehidupan.
Di era
digital sekarang peperangan non fisik (psy –war) yang sangat mempengaruhi
psikologis manusia terus terjadi setiap saat, dan setiap detiknya banyak sekali
jiwa-jiwa manusia yang labil imannya berjatuhan dan menjadi santapan
sehari-hari keganasan perang tersebut. Bahkan perang bentuk ini dijadikan
senjata utama musuh Islam untuk menguasai kaum muslimin di seluruh penjuru
dunia, sehingga kaum muslimin tidak berdaya bagaikan buih yang bergerak kemana
arah tiupan angin bergerak dan tidak mempunyai tujuan dan idealisme agamanya. Kaum
muslimin dengan mudah diadu domba dan termakan berbagai isu menyesatkan, tipu
daya, dan berbagai hoaks (berita tidak benar) dalam kesehariannya. Lebih parah lagi
ternyata berbagai hoaks ini sudah menjadi makanan sehari-hari kaum muslimin di
media sosial dan dijadikan hiburan harian yang meninak- bobokan hidupnya
sehingga lupa terhadap tujuan hidup yang sebenarnya. Padahal Allah sudah
mewanti-wanti dalam Al-Quran yang artinya: “Mereka tidak henti-hentinya
memerangi kamu sampai mereka(dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada
kekafiran), seandainya mereka sanggup” (Al-Baqarah:217).
2.
Hoak Dalam Islam
Hoax biasa ditulis dalam bahasa Indonesia Hoak artinya dalam Kamus Inggris-Indonesia John M.Echols
& Hassan Shadily adalah olok-olok, ceritera bohong untuk memperdayakan.
Dalam bahasa Arab biasa disebut dengan “al-Isya’ah” yang mempunyai
banyak arti, seperti: membakar, tersebar, tidak menyembunyikan kejelekan”.
Secara istilah hoaks ini dapat diartikan setiap keputusan
atau ibarat yang dipersiapkan untuk membenarkan, yang diedarkan dari individu
ke individu yang lain tanpa standar- standar kuat untuk dibenarkan (Olburt,
Psykologi Isya’ah: 15). Shalah Nashr mendefinikannya sebagai istilah yang
diterapkan pada pendapat akan sesuatu hal tertentu agar dipercaya oleh orang
yang mendengarkannya. Biasanya hoaks ini berpindah dari seseorang kepada orang
lain, melalui media lisan tanpa didukung oleh bukti. Atau berita yang diragukan
kebenarannya, mengandung maksud-maksud penting dan kebenrannya sangat lemah.
Dengan kata lain adalah berita yang tersebar tanpa menyebutkan sumbernya yang
benar ( Jamaluddin Mahfudz, dalam Ahmad Naufal, 1993: 15).
Diantara ciri khas berbagai hoak adalah tidak lepas dari
tujuan utama pembuatnya, yaitu:
a.
Menyebarkan perpecahan dan
pertentangan serta permusuhan.
b.
Memecah belah persatuan dan
kesatuan.
c.
Membuat keraguan akan
berbagai kebenaran di masyarakat.
d.
Menggoyang kepercayaan dan
kekuatan suatu tatanan masyarakat.
e.
Menanamkan rasa takut dan
kecemasan dalam setiap diri seseorang.
Dalam sejarah kehidupan manusia, tidak ada seorang manusia
soleh yang lepas dari hoak dalam hidupnya, termasuk para Nabi dan para Rasul
sekalipun. Seperti Nabi Nuh as yang dituduh kaumnya gila dan manusia sesat
(lihat Al-Qamar: 9). Nabi Hud as yang dituduh kasar: “kami memandang kau dalam
keadaan kurang akal dan termasauk orang-orang yang berdusta” (Al-A’raf: 66).
Nabi Musa as yang dituduh sebagai tukang sihir yang gila oleh Firaun: “ Adakah
kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami ini dengan
sihirmu, hai Musa? “ (Thaha: 57).
Begitu juga Nabi Yusuf yang diabadikan kisahnya dalam
Al-Quran; difitnah ddengan jahatnya oleh saudara-saudaranya sampai dibuang ke
sumur, difitnah oleh Zulaikha dengan menyebarkan berbagai hoak ke seluruh
penjuru negri bahwa Yusuf berbuat tidak senonoh terhadapnya sampai menjadi
perbincangan hangat seluruh penduduk negri ketika itu dan memaksa Zulaikha
membuat acara untuk seluruh wanita istri pejabatnya untuk menutupi rasa malunya
dala berbuat jahat kepada Nabi Yusuf.
Termasuk Baginda Rasulullah Muhammad Saw yang selama
hidupnya tidak pernah lepas dari berbagai hoak yang sengaja dihembuskan oleh
orang-orang kafir dan musyrikim Quraish, sampai berbagai upaya kekerasan fisik
dan psikologis dilakukan untuk membungkam dakwah Rasulullah. Rasulullah
diisukan gila dan pendusta dan berbagai hoak lainnya untuk memperlemah semangat
Rasul dan menghilangkan kepercayaan di depan para sahabatnya.
Diantara Hoak yang sangat besar dalam kehidupan Rasulullah
Saw adalah riwayat tentang “Haditsul-Ifki”. Dimana ketika itu Rasulullah SAW
berangkat bersama salah seorang istrinya yaitu Siti Aisyah ra. Di tengah jalan
ketika istirahat Siti Aisyah pergi buang hajat, dan tanpa sepengetahuan Nabi
dan para sahabat waktu itu tertinggal oleh seluruh rombongan. Untung ada salah
seorang sahabat bernama Shafwan yang menemukan Siti Aisyah dan menyuruh untuk
naik kudanya serta pergi menyusul rombongan Rasulullah SAW. Berita
tertinggalnya Siti Aisyah dan pulangnya bersama salah seorang sahabat ini
menjadi santapan empuk kaum kafir dan musyrikin untuk menjatuhkan Rasulullah
dan istrinya. Maka dihembuskanlah berbagak isu dan hoak bahwa Aisyah sudah
melakukan perbuatan tidak senonoh dengan seorang lelaki. Dan hoak ini dengan
cepat tersebar di kalangan kaum kafir dan musyrikin, baik di Mekkah maupun di
Medinah, sampai Baginda Rasulullah SAW merasa iba melihat istrinya yang sangat
sedih dan tidak nyaman dengan hoak tersebut, padahal keduanya sudah bersumpah
dengan nama Allah tidak melakukan perbuatan dosa. Tetap saja hoak ini menyebar
dan menjadi buah bibir para musuh Islam. Sampai Baginda Rasulullah harus
meminta petunjuk dan berdoa kepada Allah untuk mencari solusi terbaik terhadap
peristiwa tersebut. Akhirnya turun wahyu dari Allah yang menegaskan bahwa
berita itu bohong dan hanya hoak saja yang sengaja disebarkan oleh para musuh
Islam.
3.
Mensikapi Hoak Di
era digital
Setiap orang yang hidup di era digital saat ini tidak lepas
dari handphone dan internet, bahkan bukan hanya sekedar gaya hidup melainkan
sudah menjadi kebutuhan hidup setiap orang.
Salah satu fenomena di era digital saat ini adalah cepatnya
semua berita berbagai hal tersebar, sehingga sangat sulit membedakan antara
berita benar dan berita salah. Kebernaran dan kebohongan kdangkala seperti dua
sisi mata uang yang dikendalikan oleh keinginan si empunya uang. Sehingga
berbagai kebenaran dianggap hoak dan berbagai hoak bisa dianggap suatu
kebenaran. Seringkali berbagai isu itu awalnya benar-benar factual, tetapi jika
sudah dilansir dan diedarkan oleh masyarakat banyak kemudian ditambah dan
dibumbui berbagai isu lain akhirnya seperti bila salju yang semakin besar dan
menjadi puting beliung mengacau balaukan akal sehat. Ditambah dengan kurangnya
daya literasi dan pengetahuan kebanyakan masyarakat menjadikan semakin miskin
untuk menggunakan akal sehat ketika menghadapi suatu berita yang kontradiktif
di masyarakat.
Islam sangat tidak menyukai berbagai hoak, termasuk para
membuatnya dan orang- orang yang menyebarkannya. Bahkan diancam dengan azab dan
siksaan yang pedih. Dalam surat An-Nur: 19 dikatakan: “ Sesungguhnya orang-orang
yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan
orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akherat”.
Diantara faktor-faktor timbulnya berbagai hoak adalah:
a.
Kebiasaan sejak kecil
ketika menyampaikan berita dengan periwatan yang justru sering ditambah agar
kebih seru atau lebih hidup.
b.
Dorongan diri untuk
menafsirkan secara menyakinkan berbagai kejadian agar bisa diterima
masyarakatnya, padahal kemampuannya sangat terbatas dalam memahami kejadian
tersebut.
c.
Keterbatasan ingatan
manusia untuk merekam semua kejadian secara utuh, dan sering kalah dengan
subjektivitasnya sendiri.
d.
Sikap yang tergesa-gesa
dalam menanggapi kejadian tersebut, mungkin dorongan agar dianggap orang yang
peduli dan selalu mengikuti perkembangan dan lainnya.
e.
Faktor lainnya yang tidak
kalah penting adalah karena dendam kepada pihak-pihak tertentu, kebencian dan
egoism yang membutakan akal sehat.
Untuk itu sebagai orang beriman perlu bijak dalam bermedia
sosial dan dintuntut lebih dewasa dan bijak. Maka agar kita tidak termakan
berbagai hoak, ketika tersebar berita atau isu yang belum tahu tentang
kebenarannya di media, sebaiknya kita perlu bersikap:
a.
Teliti dan cermati
kebenaran isu tersebut, sehingga tidak perlu merespon secara langsung dan
tergesa-gesa.
b.
Lihat dahulu apakah logis
atau masuk ahak sehat tidak isu tersebut, dan apakah didukung data-data yang
lengkap tidak.
c.
Tempatkan berita atau isu
tersebut dalam konteks yang benar, yaitu setiap berita atau isu yang belum
jelas harus ditolak.
d.
Melacak sumber asalnya,
agar lebih objektif dalam bersikap.
e.
Koordinasikan dengan pihak
terkait tentang isu tersebut, sehingga kita lebih mampu bertabayyun dan lebih
jernih dalam bersikap.
Terakhir dan yang sangat penting
adalah senantiasa meningkatkan keimanan kepada Allah dan selalu mengingat-Nya
setiap waktu serta meminta perlindungan-Nya agar selamat dari berbagai tipu
daya, bujuk rayu, dan kejahatan orang-orang yang tidak beriman dan godaan
syaitan yang selalu menyelimuti hati kita. Allah SWT telah berfirman yang
artinya: “ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan hatimu,
lalu menjadikan kamu semua orang-orang yang bersaudara karena nikmat Allah ”.
(Ali Imran: 103).
Dalam ayat lain disebutkan: “ Janganlah kamu
berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah”. (Al-Anfal: 46). Wallahu ‘alam.
Comments
Post a Comment