KEDUDUKAN SILATURAHIM DALAM ISLAM

Pendahuluan:
Ketika mendengar kata “Silaturahim” langsung pikiran kita dengan
tradisi saling kunjung mengunjungi dan memberikan hadiah lebaran menjelang
perayaan Idul Fitri. Mindset demikian memang tidak salah dan bahkan mudik bagi
masyarakat Indonesia merupakan moment Silaturahim terbesar di dunia.
Islam tidak hanya mengatur ibadah yang berhubungan dengan Allah
saja, melainkan juga mengatur bagaimana menjaga hubungan baik dengan sesame
yang semuanya menjadi wujud ibadah kepada Allah. Contohnya: memberi senyuman
kepada orang lain, menyantuni orang miskin dan yatim, termasuk menjaga Silaturahim
sebagai perwujudan ukhuwwah Islamiyah dan basyariyah.
Perwujudan Silaturahim ini banyak sekali ragamnya, misalnya
dengan cara saling berziarah (berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan
pemberian yang lain. Sambunglah Silaturahim itu dengan berlemah lembut,
berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang mampu
membangun Silaturahim antara sesama. Dengan Silaturahim, pahala yang besar akan
diproleh dari Allah Azza wa Jalla dan dengan silaturahim menyebabkan seseorang
bisa masuk ke dalam surga, serta menyebabkan seorang hamba tidak akan putus
hubungan dengan Allah di dunia dan akhirat. Apalagi di tengah era digital yang
semakin menjadikan manusia malas untuk saling berku njung dan bertegur sapa
secara langsung, ditambah berbagai hoaks yang selalu menjejali berbagai media
sosial yang digunakan manusia di abad ini. Sehingga tradisi Silaturahim secara
langsung akan semakin mahal dan mungkin dianggap aneh oleh sebagian orang .
Padahal
Allah Ta’ala memerintahkan untuk menyambung tali silaturahim, dalam firman-Nya:
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ
الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36).
Allah juga berfirman:
وَآتِ
ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ
تَبْذِيرًا
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang
dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (QS. Al
Isra: 26).
Dalam ayat lain disebutkan:
فَآتِ
ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ
لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat
akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan
Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung” (QS. Ar Rum: 38).
Makna Silaturahim
Silaturahim (صلة الرحم)
terdiri dari dua kata: shilah (صلة)
dan ar rahim
(الرحم). Shilah artinya menyambung. Dalam Mu’jam
Lughatil Fuqaha disebutkan:
وهو مصدر
وصل الشيء بالشيء: ضمّه إليه وجمعه معه
“shilah adalah isim mashdar. washala
asy syai’u bisy syai’i artinya: menggabungkan ini dengan itu dan
mengumpulkannya bersama” (dinukil dari Shilatul Arham, 5).
Sedangkan ar rahim yang dimaksud di sini
adalah rahim wanita, yang merupakan konotasi untuk menyebutkan karib-kerabat.
Ar Raghib Al Asfahani mengatakan:
الرحم
رحم المرأة أي بيت منبت ولدها ووعاؤه ومنه استعير الرحم للقرابة لكونهم خارجين من
رحم واحدة
“ar rahim yang dimaksud adalah rahim wanita,
yaitu tempat dimana janin berkembang dan terlindungi (dalam perut wanita). Dan
istilah ar rahim digunakan untuk menyebutkan karib-kerabat, karena mereka
berasal dari satu rahim” (dinukil dari Ruhul Ma’ani, 9/142).
Dengan demikian yang dimaksud dengan
silaturahim adalah menyambung hubungan dengan para karib-kerabat. An Nawawi rahimahullah
menjelaskan:
وَأَمَّا
صِلَةُ الرَّحِمِ فَهِيَ الْإِحْسَانُ إِلَى الْأَقَارِبِ عَلَى حَسَبِ حَالِ
الْوَاصِلِ وَالْمَوْصُولِ فَتَارَةً تَكُونُ بِالْمَالِ وَتَارَةً بِالْخِدْمَةِ
وَتَارَةً بِالزِّيَارَةِ وَالسَّلَامِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
“adapun silaturahim, ia adalah berbuat baik
kepada karib-kerabat sesuai dengan keadaan orang
yang hendak menghubungkan dan keadaan orang yang hendak dihubungkan.
Terkadang berupa kebaikan dalam hal harta, terkadang dengan memberi bantuan
tenaga, terkadang dengan mengunjunginya, dengan memberi salam, dan cara lainnya”
(Syarh
Shahih Muslim, 2/201).
Ibnu Atsir menjelaskan:
تكرر في
الحديث ذكر صلة الرحم: وهي كناية عن الإحسان إلى الأقربين من ذوي النسب، والأصهار،
والتعطف عليهم، والرفق بهم، والرعاية لأحوالهم، وكذلك إن بَعُدُوا أو أساءوا,
وقطعُ الرحم ضِدُّ ذلك كله
“Banyak hadits yang menyebutkan tentang
silaturahim. Silaturahim adalah istilah untuk perbuatan baik kepada
karib-kerabat yang memiliki hubungan nasab, atau kerabat karena hubungan
pernikahan, serta berlemah-lembut, kasih sayang kepada mereka, memperhatikan keadaan
mereka. Demikian juga andai mereka menjauhkan diri atau
suka mengganggu. Dan memutus silaturahim adalah kebalikan dari hal itu
semua” (An
Nihayah fi Gharibil Hadits, 5/191-192, dinukil dari Shilatul
Arham, 5).
Keutamaan dan fadilah Silaturahim:
Banyak
sekali keterangan yang menjelaskan fadilah dan keutamaan bersilaturahim,
diantaranya:
1.
Merupakan
konsekuensi iman kepada Allah SWT
Silaturahim
adalah tanda-tanda seseorang beriman kepada Allah , sebagaimana dalam hadist
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
” مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ, وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan Silaturahim”
2.
Merupakan
bentuk Ketaatan kepada Allah SWT
Menyambung
tali Silaturahim adalah salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah SWT maka
dengan menjalankan perintahnya maka kita taat kepada Allah SWT. Menjalin Silaturahim
juga merupakan salah satu cara meningkatkan akhlak terpuji.
Allah swt berfirman:
وَالَّذِينَ
يَصِلُونَ مَآأَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيَخشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ
سُوءَ الْحِسَابِ
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang
Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut
kepada hisab yang buruk” (QS. Ar-Ra’d :21)
3.
Wasilah untuk
masuk Surga dan dijauhkan dari Neraka
Balasan
orang yang menyambung tali Silaturahim adalah didekatkan dengan surga dan
dijauhkan dari api neraka. Sebagaimana disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri
dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ
اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ
فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ
أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ
: تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي
الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ
تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Rasulullah Saw : “Wahai
Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke
dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh
dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi
yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah
itu Rasulullah Saw bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan
engkau menyambung Silaturahim”. Setelah orang itu pergi, Rasulullah Saw
bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia
masuk surga”.
4.
Wasilah
untuk panjang umur dan banyak rejeki
Silaturahim juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur
panjang dan banyak rizki. Orang yang suka mengunjungi sanak saudaranya
serta menjalin Silaturahim akan dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya.
Sebagaimana hadist Rasulullah Saw yang berbunyi
” مَنْ أَحَبَّ أَنْ
يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“
“Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan
dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan Silaturahim”
5.
Wasilah
untuk Terhubung dengan Allah SWT
Menyambung
tali Silaturahim sama dengan menyambung hubungan dengan Allah SWT sebagaimana
disebutkan hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata
sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
” إَنَّ اللهَ خَلَقَ
الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ فَقَالَتْ:هَذَا
مَقَامُ الْعَائِذُ بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: َنعَمْ, أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكَ وَأَقْطَعَ
مَنْ َقطَعَكَ؟ قَالَتْ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكَ لَكَ ”
“Sesungguhnya Allah swt menciptakan makhluk,
hingga apabila Dia selesai dari (menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya
berkata: ini adalah kedudukan orang yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan.
Dia berfirman: “Benar, apakah engkau ridha jika Aku menyambung orang yang
menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau?” Ia menjawab:
iya. Dia berfirman: “Itulah untukmu”
Dalam keterangan lain Rasulullah Saw bersabda:
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ
تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
“Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa
yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang
memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya”. [Muttafaqun
‘alaihi].
6.
Pahalanya
lebih besar dari memerdekakan budak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjelaskan bahwa menyambung Silaturahim lebih besar pahalanya
daripada memerdekakan seorang budak. Dalam Shahîh al-Bukhâri, dari Maimûnah
Ummul-Mukminîn, dia berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَشَعَرْتَ
أَنِّي أَعْتَقْتُ وَلِيدَتِي قَالَ أَوَفَعَلْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَمَا
إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ لِأَجْرِكِ
“Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan budakku?”
Nabi bertanya, “Apakah engkau telah melaksanakannya?” Ia menjawab, “Ya”. Nabi
bersabda, “Seandainya engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu, maka itu
akan lebih besar pahalanya”.
Maka amat disayangkan, kalau tidak mau menyambung Silaturahim
dengan kerabatnya, kecuali apabila kerabat itu mau menyambungnya. Jika
demikian, maka sebenarnya yang dilakukan orang ini bukanlah Silaturahim, tetapi
hanya sebagai balasan. Karena setiap orang yang berakal tentu berkeinginan
untuk membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepadanya, meskipun dari
orang jauh. Sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ
وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Orang yang menyambung Silaturahim itu, bukanlah yang menyambung
hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung Silaturahim
ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus”.
[Muttafaqun ‘alaihi].
Oleh karena itu, sambunglah
hubungan Silaturahim dengan kerabat-kerabat kita, meskipun mereka
memutuskannya. Sungguh kita akan mendapatkan balasan yang baik atas mereka.
Diriwayatkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي
قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ
وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ
فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ
عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan
dengan mereka, akan tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka,
akan tetapi mereka berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka,
akan tetapi mereka kasar terhadapku,” maka Rasulullah Saw bersabda, “Apabila
engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan
Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat demikian.”
[Muttafaq ‘alaihi].
Begitu pula firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ
اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ
يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ
سُوءُ الدَّارِ
“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan
teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan
mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan
bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)”. [ar-Ra’d/13:25].
Dari Jubair bin Mut’im bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, ( memutus tali Silaturahim)”.
[Mutafaqun ‘alaihi].
Memutus tali Silaturahim yang paling besar, yaitu memutus hubungan
dengan orang tua, kemudian dengan kerabat terdekat, dan kerabat terdekat
selanjutnya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ
الْكَبَائِرِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ
”Maukah kalian aku beritahu tentang dosa terbesar di antara
dosa-dosa besar?” Beliau mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Maka
para sahabat menjawab: ”Mau, ya Rasulullah,” Rasulullah Saw bersabda: ”Berbuat
syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua”.
Mari kita jadikan mudik dan Idul
Fitri khususnya dan waktu luang kita untuk tetap menyambungkan tali Silaturahim
untuk memperkuat tali ukhuwwah diantara kita.(disadur dari berbagai sumber).
Comments
Post a Comment